1 tahun disway

21 Mei, 27 Tahun Reformasi, Ketika Mahasiswa Mengguncang Rezim dan Membuka Jalan untuk Perubahan

21 Mei, 27 Tahun Reformasi, Ketika Mahasiswa Mengguncang Rezim dan Membuka Jalan untuk Perubahan

Mahasiswa Menduduki DPR Pada 1998- Cikal Bakal Reformasi Nasional-Historia-

MALANG, DISWAYMALANG.ID --  21 Mei 1998, Orde Baru resmi tumbang.

Hari itu kini diperingati sebagai Hari Reformasi Nasional, bukan karena rakyat bahagia melihat seorang presiden turun, tetapi karena perjuangan panjang rakyat—terutama mahasiswa—untuk perubahan, reformasi di segala bidang, akhirnya berbuah.

1. Awal Krisis: Ketika Rupiah Terjun Bebas dan Rakyat Menjerit

Tahun 1997, badai datang dari arah timur. Krisis moneter Asia menghantam Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS jatuh tak terkendali. Dari Rp2.400 per dolar, menjadi lebih dari Rp15.189 hanya dalam hitungan bulan.

Bank-bank kolaps. Perusahaan bangkrut. Harga kebutuhan pokok melambung. Rakyat menjerit. Di beberapa daerah, antrean beras mengular, minyak goreng langka, bahkan ada warga yang sampai menjual barang-barang rumah demi bertahan hidup.

Pemerintah kelabakan. Presiden Soeharto mencoba menyelamatkan keadaan dengan menandatangani kerja sama dengan IMF. Tapi rakyat melihat itu sebagai solusi tambal sulam—karena akar masalahnya bukan cuma ekonomi. Tapi korupsi sistemik, kolusi yang menggurita, dan nepotisme yang menyesakkan.

2. Soeharto dan Orde Baru: Kekuasaan yang Terlalu Lama

Soeharto memimpin Indonesia sejak 1967, menggantikan Bung Karno lewat transisi militer dan politik. Pada awalnya, Orde Baru membawa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Tapi lama-lama, rakyat menyadari: stabilitas itu dibayar mahal.

Pers dibungkam. Lawan politik dikriminalisasi. Kebebasan berpendapat ditekan. Kekuasaan terkonsentrasi di tangan keluarga dan kroni. Soeharto tidak hanya menjadi presiden, tapi seakan-akan simbol absolut dari negara itu sendiri.

Dan ketika krisis ekonomi datang, semua dosa lama muncul ke permukaan. Rakyat marah. Mahasiswa bergerak.

3. Mahasiswa Turun Gunung: Suara yang Tak Bisa Lagi Diabaikan

Awal 1998, gerakan mahasiswa meledak. Dari berbagai penjuru—Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Medan—mereka menggelar demonstrasi besar-besaran. Mereka tidak lagi meminta kebijakan ekonomi yang bijak. Mereka menuntut satu hal: Reformasi!

Apa itu reformasi? Bukan sekadar pergantian presiden. Tapi pergantian sistem. Menghapus KKN. Menghapus militerisme dalam politik. Menghapus dominasi kekuasaan yang absolut.

Kampus berubah jadi pusat konsolidasi. Gedung-gedung DPR mulai dikepung. Tuntutan disampaikan lewat orasi, pamflet, puisi, bahkan doa bersama. Tapi semakin keras suara mereka, semakin keras pula represi dari aparat.

Sumber: infopublik