Gereja Katolik ‘Angkat’ Gus Dur dan Romo Mangun sebagai Pahlawan Kemanusiaan Era Modern
KH Dr (HC) Syahrul Munir MPdI dalam acara Dialog Kebangsaan di Balai Paroki Gereja St Yakobus, Citraland Surabaya, Jumat 21 November 2025.-Tirtha Nirwana Sidik---harian.disway.id
SURABAYA, DISWAYMALANG.ID–Peringatan Hari Pahlawan di Gereja Katolik Santo Yakobus Surabaya ‘mengangkat’ KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Romo Mangun sebagai pahlawan kemanusian era modern. Hal itu dilakukan dengan menggelar “Dialog Kebangsaan: Pahlawan Kemanusiaan di Era Modern – Relevansi Pemikiran Gus Dur dan Romo Mangun”, Jumat malam, 21 November 2025.
Gus Dur adalah mantan Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus mantan presiden yang dikenal sebagai tokoh pluralis oleh umat lintasagama. Sedangkan Romo Mangun memiliki nama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, dikenal sebagai imam Katolik, arsitek, penulis, dan aktivis yang memperjuangkan kaum marginal.
Dialog di Gereja Katolik Snto Yakobus Surabaya Jumat malam menghadirkan dua narasumber dari dua tradisi keagamaan berbeda. Yaitu KH Dr (HC) Syahrul Nuril (Gus Syahrul), pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dan Rm Prof Dr CB Mulyatno (Romo Mulyatno), ketua Yayasan Dinamika Edukasi Dasar Mangunan, Yogyakarta. Acara dimoderatori dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) Untara Simon.
Dalam pemaparannya, Gus Syahrul menegaskan, Hari Pahlawan tidak dapat dilepaskan dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. “Pada hari santri itu, para santri tidak hanya diajar untuk beriman kuat tapi juga mencintai tanah air,” ujarnya.
Ia menambahkan, tradisi itu pula yang membentuk karakter Gus Dur—dengan sembilan nilai dasar mulai dari kemanusiaan hingga kearifan tradisi—yang membimbingnya hidup sederhana dan teguh. “Hingga kini ungkapannya masih terkenal: ‘Gitu aja kok repot’,” kata Gus Syahrul.
Sementara itu, Romo Mulyatno mengulas spirit kemanusiaan Romo Mangun yang memilih hidup bersama kaum miskin. “Ciri kepahlawanan Romo Mangun tampak dalam kemauannya untuk mewakafkan diri untuk rakyat dan manusia,” tegasnya.

Prof Dr CB Mulyatno Pr dalam acara Dialog Kebangsaan di Balai Paroki Gereja St Yakobus, Citraland Surabaya, Jumat 21 November 2025.-Tirtha Nirwana Sidik---harian.disway.id
Romo Mulyatno juga mengingatkan pesan gurunya: “Kalau orang tidak bisa menghargai manusia yang kelihatan, ia tidak mungkin mampu menghormati Tuhan yang tidak kelihatan.”
Romo Mangun, lanjutnya, mewujudkan kepahlawanan melalui pembelaan masyarakat akar rumput seperti warga Kedung Ombo, komunitas tepi Sungai Code, serta melalui pendidikan di Sekolah Mangunan yang menekankan bina manusia, bina lingkungan, dan bina ekonomi.
Kedua narasumber sepakat bahwa persaudaraan Gus Dur dan Romo Mangun—meski berasal dari tradisi berbeda—merupakan teladan lintas iman bagi Indonesia. Mereka juga menyoroti tantangan generasi muda yang hidup dalam derasnya teknologi. “Literasi untuk orang muda itu sangat penting disampaikan dengan kisah-kisah konkret para pahlawan, bukan hanya karya-karya besarnya saja,” ujar Gus Syahrul.
Romo Mulyatno menambahkan, “Literasi untuk orang muda perlu mampu menyentuh hati mereka. Sebab, kalau hatinya tergetar, orang muda akan mau belajar.”
Menurut keduanya, Gus Dur dan Romo Mangun tak pernah mengejar gelar pahlawan. Kepahlawanan, kata mereka, bukan soal dihormati banyak orang, tetapi soal keberanian menjadi sahabat bagi kaum miskin serta menemani mereka dalam suka dan duka.
Acara dialog semakin semarak dengan penampilan ludruk Cak Kartolo dan tim, serta aksi melukis langsung oleh seniman Oces Sumantri. Kegiatan ditutup dengan simpul peneguhan oleh Ketua Komisi PHUBB Keuskupan Surabaya, Romo Agus Sulistyo.
Sumber: harian.disway.id
