Topeng Malang Premium, Dua Sanggar Kolaborasi Tunjukkan Masih Relevan di Tengah Era Sound Horeg dan Dangdut
--
LOWOKWARU, DISWAYMALANG.ID – Seni tradisi Topeng Malang kembali menunjukkan daya hidupnya di tengah gempuran budaya populer. Dua sanggar besar, Madyo Laras Jatiguwi dan Bayu Candra Kirana Senggreng, berkolaborasi menghadirkan pementasan Topeng Malang Premium bertajuk Kelana Kelono Smara Tahta di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Sabtu (20/9).
Acara ini difasilitasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur sebagai rangkaian lanjutan setelah gelaran Panji In Love (27 Juli) dan Lentera Panji (29 Agustus). Dengan tata cahaya modern, musik gamelan garapan anak muda, serta sentuhan koreografi futuristik, ribuan penonton—terutama generasi Gen-Z—terpukau menyaksikan pertunjukan yang mengawinkan tradisi dengan inovasi digital.
Pertunjukan ini mempertemukan dua sanggar yang secara geneologis memiliki ikatan sejarah. Topeng Jatiguwi adalah warisan Buyut Raspan yang diteruskan Mbah Madyo hingga cucunya, Deris Sandra Arifianto. Sementara Topeng Senggreng berasal dari garis Mbah Seno, diteruskan oleh Ririn Arisanti.
Keduanya dikenal dengan ikon Topeng Patih Kembar (Bangtih – Abang Putih), yang selalu membuka pentas Wayang Topeng Malang. Pertemuan mereka di panggung Smara Tahta dinilai sebagai simbol penyatuan dua elemen besar: api dan air.
Topeng Jatiguwi, dengan dominasi warna merah, menampilkan energi gagah berani, sementara Topeng Senggreng dengan dominasi warna biru-hitam menghadirkan simbol keseimbangan dan kebijaksanaan.
Lakon Smara Tahta mengangkat kisah klasik Panji-Sekartaji melawan ambisi Klana Sewandana. Kisah ini tidak hanya menggambarkan asmara dan perebutan tahta, tetapi juga membawa pesan filosofis Jawa:
• Panji melambangkan kesadaran diri dan pencarian kebenaran.
• Sekartaji mencerminkan kesetiaan dan cinta sejati.
• Klana melambangkan nafsu duniawi yang tak terkendali.
• Pertarungan akhir merefleksikan konflik abadi antara kebajikan dan keserakahan.
Kemenangan Panji menegaskan bahwa kebenaran (bener) lebih berharga daripada sekadar menang (menang tanpa bener ora ana guna).
BACA JUGA:Ini Dia 5 Strategi Pemerintah Agar Indonesia Menjadi Future Ready Nation
Pementasan kali ini menghadirkan inovasi berani. Dalam satu adegan, Klana melepas topeng dan berdialog langsung dengan Sekartaji—sebuah simbol bahwa topeng bukan sekadar benda kayu, melainkan medium komunikasi nilai-nilai kehidupan.
Sumber:
