Teh Indonesia Kehilangan Gaung di Pasar Dunia: Tantangan, Fakta, dan Harapan Kebangkitan 2045
Ilustrasi menyeduh teh--iStockphoto
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Selama puluhan tahun, teh Indonesia dikenal sebagai salah satu kebanggaan bangsa di kancah internasional. Namun, di balik aroma khas teh yang menenangkan, tersimpan cerita suram tentang menurunnya daya saing komoditas hijau ini di pasar dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor teh Indonesia terus melemah selama satu dekade terakhir.
Pada 2024, nilai ekspor tercatat hanya USD52,8 juta (setara Rp870,7 miliar) dengan volume sekitar 34 ribu ton. Angka ini menurun signifikan dibandingkan 2023 yang mencapai 35,9 ribu ton senilai USD69 juta (setara Rp1,098 triliun)
Jika menelusuri lebih jauh, penurunan ini bukanlah fenomena sesaat. Tren negatif ini sudah terlihat sejak 2010, ketika nilai ekspor yang sempat menyentuh USD178 juta (setara Rp1,669 triliun) mulai merosot menjadi USD166 juta (setara Rp1,507 triliun) pada tahun berikutnya.
Sepanjang 2015 hingga 2018, ekspor teh Indonesia terus berfluktuasi, namun arahnya tetap menurun.
Tahun 2015 mencatat nilai ekspor USD126 juta (setara Rp1,842 triliun), yang kemudian turun menjadi USD113 juta (setara Rp1,570 triliun) pada 2016 dan hanya USD108 juta di 2018 (setara Rp1,664 triliun).
Dalam rentang 10 tahun, Indonesia kehilangan hampir 60 persen nilai ekspor teh dibandingkan masa kejayaannya.
Produksi Melemah, Areal Menyusut
Kemerosotan ekspor ini berbanding lurus dengan penurunan luas areal perkebunan teh di Tanah Air.
Pada 2014, Indonesia memiliki sekitar 114,9 ribu hektare lahan teh produktif. Namun, angka itu anjlok menjadi 97,5 ribu hektare pada 2024.
Produksi pun turut menurun. Jika pada 2015 Indonesia mampu menghasilkan 132,6 ribu ton daun teh kering, maka sembilan tahun kemudian hanya tersisa 118,9 ribu ton.
Penurunan produktivitas ini tidak lepas dari faktor perawatan kebun yang menurun, rendahnya harga jual teh di pasar lokal, serta minimnya regenerasi petani teh muda yang tertarik melanjutkan usaha keluarga mereka.
Impor Naik di Tengah Produksi Turun
Ironisnya, ketika ekspor menurun, impor teh justru meningkat. Pada 2024, Indonesia mengimpor 13 ribu ton teh senilai USD31,1 juta (setara Rp512,2 miliar), naik dari 9,6 ribu ton senilai USD25,8 juta (setara Rp410,2 miliar) pada 2023.
Kondisi ini menandakan adanya ketimpangan antara kebutuhan konsumsi teh domestik dengan kapasitas produksi nasional.
Banyak industri minuman besar di dalam negeri yang akhirnya beralih pada bahan baku impor karena kualitas teh lokal yang belum memenuhi standar rasa dan aroma yang diinginkan pasar modern.
Dampak bagi Petani dan Industri Lokal
Sumber: badan pusat statistik (bps)
