1 tahun disway

Tema Kesetaraan Gender dalam Hari Telekomunikasi Dunia Tahun Ini, Apa Makna dan Artinya?

Tema Kesetaraan Gender dalam Hari Telekomunikasi Dunia Tahun Ini, Apa Makna dan Artinya?

Tema Hari Telekomunikasi Sedunia 2025-ITU-

MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Digitalisasi sedang tancap gas. Tapi seperti jalan tol, tak semua orang punya akses masuk. Dalam dunia yang makin terhubung, kesenjangan digital masih jadi hambatan. Bukan hanya soal kota vs desa, tapi juga laki-laki vs perempuan.

World Telecommunication and Information Society Day (WTISD) 2024 mengangkat tema besar dengan fokus khusus pada kesetaraan gender dalam transformasi digital.

Apa artinya? Mari kita bahas!

1. Apa Itu Kesetaraan Gender dalam Era Digital?

Kesetaraan gender dalam digitalisasi berarti memberikan peluang dan akses yang sama bagi semua orang—tanpa memandang jenis kelamin—untuk berpartisipasi, berinovasi, dan memimpin dalam ekosistem digital. Ini tidak hanya tentang bisa buka YouTube atau main TikTok, tapi juga tentang siapa yang bisa jadi programmer, CEO startup, atau peneliti AI.

Menurut laporan OECD (2024), kesenjangan gender terjadi mulai dari akses internet, pendidikan TIK, hingga representasi dalam sektor teknologi. Kesetaraan ini penting agar digitalisasi tidak hanya mempercepat pembangunan, tapi juga mengoreksi ketimpangan sosial yang sudah lama ada.

2. Akses Internet Masih Jauh dari Merata

Data dari ITU (International Telecommunication Union) mencatat bahwa perempuan 17% lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan internet dibanding laki-laki, terutama di negara-negara berkembang. Dalam banyak kasus, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, budaya, dan minimnya literasi digital.

Sebuah studi oleh GSMA Intelligence juga menunjukkan bahwa di Asia Selatan, kesenjangan gender dalam kepemilikan ponsel mencapai 23%. Artinya, sebelum bicara tentang coding atau AI, perempuan bahkan belum tentu punya alat untuk mengaksesnya.

3. Perempuan Minim di Sektor Teknologi

Dalam dunia kerja digital, representasi perempuan masih minim. Menurut UNESCO, hanya 28% dari lulusan STEM secara global adalah perempuan. Bahkan lebih kecil lagi persentasenya di bidang komputasi dan teknik.

Studi oleh World Economic Forum (2023) menunjukkan bahwa hambatan struktural seperti stereotip gender dan kurangnya role model perempuan membuat mereka enggan mengejar karier di bidang digital. Padahal, partisipasi yang merata dapat meningkatkan inovasi dan keberagaman solusi teknologi.

4. Literasi Digital: Perempuan Masih Tertinggal

Literasi digital bukan hanya soal tahu cara menggunakan teknologi, tapi juga memahami cara kerja sistem, keamanan data, dan peluang ekonomi digital. Penelitian oleh Brookings Institution (2022) menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah dalam penggunaan teknologi canggih, meskipun mereka mampu secara akademik.

Sumber: oecd