2 April Hari Buku Anak Internasional: Hans Christian Andersen dan Karyanya yang Penuh Makna Sosial!

2 April Hari Buku Anak Internasional: Hans Christian Andersen dan Karyanya yang Penuh Makna Sosial!

-Wikipedia-

The Shadow menceritakan seorang pria yang kehilangan bayangannya, dan bayangannya yang hilang itu kemudian menjadi lebih kuat dari dirinya. Bayangannya akhirnya menggantikan posisinya, mengambil alih kehidupannya. Cerita ini menyentil tentang bagaimana seseorang bisa kehilangan jati diri demi mengejar popularitas atau status, dan bagaimana identitas seseorang bisa terancam ketika mereka terlalu fokus pada citra luar.

The Shadow mengingatkan kita bahwa kita harus menjaga diri kita tetap autentik dan tidak membiarkan hal-hal luar seperti pengakuan atau status mengendalikan siapa kita sebenarnya.

7. The Tinderbox: Kritik terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan

Dalam The Tinderbox, seorang tentara menemukan kotak ajaib yang bisa memberinya kekayaan dan bahkan seorang putri. Namun, semuanya datang dengan cara yang tidak jujur, dan tentara itu tidak bekerja keras untuk meraihnya—semuanya diberikan begitu saja. Andersen menggunakan cerita ini untuk mengkritik mereka yang mendapatkan kekuasaan dan kemewahan tidak melalui usaha atau kerja keras, tetapi hanya dengan memanfaatkan keadaan atau keberuntungan.

The Tinderbox mengingatkan kita akan pentingnya keadilan dan transparansi dalam dunia yang sering kali dikuasai oleh orang-orang dengan privilege yang lebih tinggi.

8. The Snow Queen: Gaslighting dalam Hubungan

Dalam The Snow Queen, Kai, seorang anak laki-laki, diculik oleh sang Ratu Salju dan dibuat percaya bahwa dunia luar tidak penting. Gerda, sahabatnya, berusaha menyelamatkannya dan membawanya kembali ke dunia yang sebenarnya. Dongeng ini sering diinterpretasikan sebagai metafora dari hubungan yang beracun, di mana seseorang bisa dimanipulasi hingga kehilangan identitas dan pandangannya tentang dunia.

Gaslighting, atau manipulasi psikologis, adalah tema yang muncul dalam cerita ini. Snow Queen membuat Kai percaya bahwa hanya dia yang benar, dan dunia luar tidak ada artinya. Cerita ini mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam hubungan dan untuk selalu menjaga diri agar tidak terjebak dalam manipulasi emosional.

9. Mengapa Dongeng Andersen Tak Pernah Kadaluarsa?

Dongeng Andersen tidak hanya bertahan karena cerita-ceritanya yang menarik, tetapi juga karena banyak di antaranya mengandung kritik sosial yang relevan sepanjang waktu. Meskipun cerita-cerita tersebut ditulis pada abad ke-19, pesan-pesan tentang ketidakadilan, kekuasaan, konsumerisme, dan kecantikan tetap sangat relevan di era modern. Andersen tidak hanya menulis untuk menghibur anak-anak, tetapi juga untuk menyentil orang dewasa tentang ketimpangan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat.

Andersen mengingatkan kita bahwa cerita bisa lebih dari sekadar hiburan, mereka adalah alat untuk merenung dan menyadari realitas sosial yang ada di sekitar kita.

 

Dongeng Andersen bukan sekadar cerita tidur. Ia adalah cermin masyarakat. Banyak kritik yang ia tulis di abad ke-19 masih berlaku di zaman sekarang.

Jadi, lain kali ketika membaca dongengnya, coba pikir lagi: ini cerita anak-anak atau kritik sosial terselubung?

Hari Buku Anak Internasional, yang bertepatan dengan hari lahirnya Andersen, menjadi pengingat bahwa literasi anak bukan hanya tentang membaca, tetapi juga tentang memahami dunia di sekitar kita—dengan cara yang menyentuh dan relevan.

Sumber: the new york times