Penyumbang Terbanyak Saat Lebaran, Fashion dan Makanan Belum Cukup Bantu Pertumbuhan Ekonomi

--
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID-- Selama bertahun-tahun, sektor makanan dan fashion selalu naik pesat ketika memasuki periode bulan Ramadan, serta menjelang Hari Raya Idufitri. Namun pada periode Lebaran tahun 2025, kedua sektor tersebut diprediksi masih belum cukup untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Menurut ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, salah satu faktor yang menyebabkan hal ini adalah lonjakan permintaan busana muslim dan pakaian baru terhambat oleh banjir produk impor dan daya beli yang tertekan.
BACA JUGA:Data YouGov: Uang THR Paling Banyak Dibelanjakan untuk Baju Baru dan Makanan
“Pada 2024, sekitar 37 ribu kontainer pakaian impor, baik legal maupun ilegal, memenuhi pasar domestik, membuat produsen lokal kesulitan bersaing. Meski pemerintah memberlakukan pembatasan impor pakaian bekas dan regulasi ketat, dampaknya belum signifikan,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Rabu 19 Maret 2025.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh kepada sektor industri tekstil di Indonesia. Berdasarkan survei Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), penjualan produk tekstil lokal pada Januari-Maret 2025 hanya tumbuh 3 persen, jauh di bawah pertumbuhan 15 persen pada periode yang sama di 2024.
“Padahal, tradisi baju lebaran masih kuat. Masyarakat tetap membeli pakaian baru, tetapi dengan budget lebih ketat,” paparnya.
Di sisi lain, Achmad menambahkan bahwa walaupun pertumbuhan sektor makanan dan minuman diprediksi hanya akan menyumbang pertumbuhan sebesar 8 persen, sektor ini akan tetap menjadi pemenang di Ramadan 2025.
Menurutnya, hal ini juga disebabkan karena tradisi buka puasa bersama, takjil, dan kirim hampers Lebaran menjadi pendorong utama.
“Permintaan tetap stabil karena tradisi mengirim oleh-oleh dan kebutuhan konsumsi keluarga. Arus mudik yang diprediksi mencapai 193 juta orang juga menjadi pendongkrak penjualan kuliner daerah,” jelas Achmad.
Selain itu, tunjangan Hari Raya (THR) senilai Rp50 triliun untuk ASN oleh Presiden Prabowo dan diprediksi sekitar Rp120 triliun untuk sektor swasta tetap menjadi penyelamat konsumsi. Namun, alokasi penggunaannya berubah.
Survei Bank Indonesia menunjukkan, hanya 55 persen masyarakat yang menggunakan THR untuk belanja kebutuhan Lebaran pada 2025, turun dari 67 persen di 2024. Di mana sebanyak 30 persen di antaranya lebih memprioritaskan pelunasan utang, sementara 15 persen menyimpan dana untuk kebutuhan darurat.
Sumber: disway news network