Pantau Stabilitas Harga di Pasar Bunul, Wali Kota Malang Temukan Selisih Takaran Minyak Goreng

Wali kota, Wakil Wali Kota dan Ketua DPRD Kota Malang pantau harga pokok di Pasar Bunul-Agung Budi Prasetyo-Agung Budi Prasetyo
MALANG, DISWAYMALANG.ID – Pantauan harga kebutuhan pokok di pasar-pasar Kota Malang berlanjut. Kali ini, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, bersama Wakil Wali Kota Ali Muthohirin, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, serta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) melakukan pemantauan di Pasar Bunul, Kota Malang, pada Kamis (13/3/2025). Kegiatan ini bertujuan memastikan stabilitas harga bahan pangan serta keakuratan takaran produk yang beredar di pasaran.
Dalam kunjungannya ke Pasar Bunul, Wahyu Hidayat menemukan ada variasi harga cabai dan telur ayam yang cukup signifikan antara satu pedagang dengan yang lain.
“Ada yang menjual hingga Rp90 ribu per kilogram, sementara di sisi lain, Ketua DPRD mendapatkan harga Rp50 ribu per kilogram. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga masih cukup tinggi,” ujar Wahyu.
Sebelumnya, rombongan telah mengunjungi petani cabai dan peternakan ayam untuk mengecek harga langsung dari produsen.
BACA JUGA:Wali Kota Malang Tinjau Peternakan Ayam di Wonokoyo, Pantau Stabilitas Harga Telur
Temuan Selisih Takaran Minyak Goreng Subsidi
Selain harga bahan pangan, tim juga melakukan pengecekan terhadap minyak goreng, khususnya minyak subsidi dari pemerintah, MinyaKita. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan adanya selisih takaran pada kemasan MinyaKita dibandingkan dengan merek minyak lainnya.
“Saat kami cek, botol MinyaKita berlabel 850 ml ternyata hanya berisi 750 ml. Sementara itu, produk dari merek lain memiliki takaran yang sesuai, yakni 800 ml,” ungkap Wahyu.
Atas temuan ini, Wahyu meminta agar dilakukan investigasi lebih lanjut terkait penyimpangan takaran tersebut, mengingat minyak goreng subsidi seharusnya memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.
Ketua DPRD Dorong Transparansi Pengelola Minyak Goreng
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, turut menyoroti perbedaan takaran ini. Ia menyebutkan bahwa toleransi perbedaan takaran yang masih dapat diterima adalah sekitar 10 ml, namun temuan di lapangan menunjukkan adanya selisih hingga hampir 100 ml.
“Perbedaan hingga 10 ml mungkin masih bisa ditoleransi, tetapi jika mencapai hampir 100 ml, ini tentu perlu perhatian serius. Kami akan mendorong adanya tindakan lebih lanjut agar tidak merugikan masyarakat,” tegas Amithya.
Ia juga mengimbau para pengelola minyak goreng untuk lebih transparan dan jujur dalam bisnisnya. “Masyarakat tentu tidak mungkin mengecek satu per satu isi kemasan. Oleh karena itu, produsen seharusnya tidak melakukan praktik yang merugikan konsumen,” tambahnya.
Sumber: