Viral Putusan Kasus Agus Buntung, Dosen Hukum UMM Sebut Penjara Harus Banyak Dibenahi

Viral Putusan Kasus Agus Buntung, Dosen Hukum UMM Sebut Penjara Harus Banyak Dibenahi

Ilustrasi lapas--depositphotos

TLOGOMAS, DISEAYMALANG.ID-- Kasus ‘Agus Buntung’ berakhir menuju dakwaan hukuman penjara atas tindak pidana yang dilakukannya.

Banyak pihak yang menilai kasus pidana ini tak biasa karena kurangnya aksesibilitas penjara bagi narapidana penyandang disabilitas.

Salah satu yang ikut menyoroti hal tersebut adalah pengamat hukum Kukuh Dwi Kurniawan, SH., S.Sy., MH.  Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menyebut bahwa aksesibilitas penjara bagi narapidana disabilitas perlu dibenahi. 

Menurut dia, beberapa bangunan penjara di Indonesia merupakan peninggalan sejak penjajahan Belanda.

Sayangnya, tidak ada penambahan fasilitas dan pelaku kejahatan. Sementara di lain pihak, kejahatan terus bertambah.

Kukuh Dwi menyebut contoh rumah tahanan di Bagan-siapiapi yang menurut dia berada pada level overcapacity.  Bahkan mencapai 80 persen dari kapasistas seharusnya.

Menurut dia, tingkat optimalisasi rehabilitasi narapidana jauh dari maksimal, terlebih lagi bagi para narapidana disabilitas. 

“Narapidana dituntut berebut napas di dalam lapas. Bayangkan saja, dalam satu sel dengan kapasitas 17 orang, dihuni oleh 60 orang dalam pengawasan satu orang sipir. Dengan kondisi ini, saya rasa negara perlu cepat memberikan solusi konkret dan melakukan banyak pembenahan,” ungkapnya.

Kukuh juga mengungkapkan bahwa negara harus menyediakan fitur mobilitas yang dapat digunakan narapidana penyandang disabilitas semasa di penjara. 


Kukuh Dwi Kurniawan, SH., S.Sy., MH--Humas UMM

Maka, Lapas dapat bekerjasama dengan balai-balai kerja yang dapat menfasilitasi narapidana memperoleh keterampilan mandiri.

Setelah keluar dari penjara, tidak menutup kemungkinan mantan napi untuk mendapatkan hukuman sosial di masyarakat.

Untuk itu, rehabilitasi sekaligus pembekalan keterampilan mandiri sangat penting diterapkan oleh Lapas.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa segala perbuatan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana asas hukum ‘Equality before the law’ yakni semua manusia setara atau sama di mata hukum dan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

Sumber: humas umm