UN Diadakan Lagi, Mendikdasmen Pastikan Beda Sistem dengan Terdahulu

UN Diadakan Lagi, Mendikdasmen Pastikan Beda Sistem dengan Terdahulu

Mendikdasmen Abdul Mu'ti (tengah) menyampaikan 25 program prioritas Kemendikdasmen.--Disway News Network

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID-- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memberikan bocoran mengenai sistem evaluasi kompetensi siswa di akhir tahun pembelajaran. Hal ini sebagai hasil dari kajian pihaknya, termasuk terkait kembalinya Ujian Nasional (UN) yang selama beberapa waktu belakangan menjadi perhatian masyarakat.

Disebutkannya, kajian mengenai evaluasi akhir tahun ini telah selesai dilakukan dan pihaknya tinggal menunggu waktu pengumuman dan pelaksanannya.

"Tahun ajaran 2025/2026 itu kita akan selenggarakan ujian. Soal namanya apa dan bentuknya bagaimana , tunggu sampai itu diumumkan," terangnya, pada taklimat media di Jakarta, Selasa (31/12).

Ia menegaskan bahwa kajian ini terkait dengan evaluasi belajar secara keseluruhan, bukan semata pelaksanaan UN semata yang dilakukan bertahun-tahun silam.

Evaluasi ini merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sehingga meski telah berganti nama dan bentuk penilaian, ujian tetap dilakukan.

"Evaluasi hasil belajar itu bentuknya bisa bermacam-macam. Sepanjang sejarah kita pernah punya pengalaman yang dulu namanya Ujian Penghabisan yang memang menjadi penentu kelulusan. Pernah juga kita punya namanya Ujian Nasional atau Ujian Negara dan Ujian Sekolah," paparnya.

Berbagai macam tes ini dulunya selain untuk menjadi syarat kelulusan juga penilaian seleksi masuk ke sekolah jenjang berikutnya.

"Kemudian ada Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional berbasis komputer itu yang itu bentuknya sampling dan tidak menjadi penentu kelulusan. Sekarang kan (AN) dinilai oleh banyak pihak itu belum memadai. Misalnya waktu kami ketemu dengan tim seleksi nasional masuk perguruan tinggi, mereka memerlukan hasil belajar yang sifatnya individual, sementara AN itu kan sifatnya sampling," paparnya.

Sehingga, lanjut Mu'ti, apa yang dicapai oleh suatu satuan pendidikan melalui perwakilan murid-muridnya yang disampling itu dianggap sebagai nilai dari sekolah itu.

Rapor Merepotkan

Mu'ti lantas menyinggung penilaian rapor yang juga penting dalam evaluasi belajar, tetapi kerap bermasalah terhadap objektivitas guru dalam menilai.

"Rapor itu memang penting, tetapi juga kadang-kadang rapor itu bikin repot. Bikin repornya apa? Karena banyak yang menyoal objektivitas guru dalam membuat nilai rapor sehingga banyak istilahnya kami menyebut dengan guru-guru bayang sedekah nilai. Harusnya kemampuan dia itu misalnya nilainya itu 6, tapi demi dalam rangka misalnya meningkatkan kemampuan murid itu kemudian diangkat jadi nilainya 9 dan seterusnya," cetusnya.

Maka dari itu, kajian mengenai pengembalian UN ini membahas secara menyeluruh pengalaman evaluasi belajar di dunia pendidikan. "Karena itu maka kami sudah mengkaji semua pengalaman sejarah itu termasuk kekhawatiran masyarakat dan nanti pada akhirnya kami akan memiliki sistem evaluasi baru yang dia akan berbeda dengan sebelumnya," ungkapnya.

"Nah tapi sistem evaluasi baru yang berbeda itu seperti apa ya tunggu sampai kami umumkan. Saya kira ada beberapa bulan lagi, tunggu setelah Idul Fitri," pungkasnya. (*)

Sumber: