1 tahun disway

Pemerintah Genjot Bahan Bakar E10, Apa Itu? Pakar UGM: Peluang Ekonomi dan Energi Sekaligus!

Pemerintah Genjot Bahan Bakar E10, Apa Itu? Pakar UGM: Peluang Ekonomi dan Energi Sekaligus!

Pemerintah melalalui Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan berbasis etanol, atau yang dikenal dengan E10.--disway news network

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID –Pemerintah melalalui Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan berbasis etanol, atau yang dikenal dengan E10.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai inisiatif ini sebagai bentuk diversifikasi energi yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi sektor pertanian dan industri manufaktur.

"Yang saya tahu, pemerintah akan menghasilkan E10. Sebelumnya ada green fuel dari campuran pertamax, yang dimulai dari E5. Nah, sekarang akan ditingkatkan menjadi E10, artinya kandungan etanol dalam bensin ditambah," jelas Fahmy saat dihubungi disway.id  pada Sabtu, 11 Oktober 2025.

Menurutnya, langkah ini sejalan dengan upaya transisi energi dan pengurangan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil murni.

"Dengan konteks menghasilkan bensin yang ramah lingkungan, saya kira ini bagus," tambahnya.

Disisi lain, Fahmy tidak menutup mata terhadap potensi efek samping dari penggunaan etanol dalam bensin.

Menurutnya, kandungan etanol dapat meningkatkan angka oktan (RON), menjadikan bahan bakar lebih ramah lingkungan. Namun, ia mengingatkan soal dampak teknis, khususnya pada kendaraan lama.

"Etanol bisa meningkatkan RON, membuat bensin lebih bersih. Tapi energinya lebih rendah, sehingga saat distarter, tenaganya kurang kuat," sebut dia.

"Untuk mobil tua, apalagi keluaran tahun 90-an ke bawah, ada risiko karat pada mesin dan kendor," tambah Fahmy.

Namun untuk mobil-mobil keluaran baru, ia menyebut banyak pabrikan, seperti Toyota, sudah memberikan rekomendasi penggunaan bahan bakar dengan campuran etanol.

Lebih dari sekadar transisi energi, Fahmy menilai kebijakan E10 juga memiliki dampak ekonomi ganda.

"Penggunaan etanol mendorong petani tebu, ketela, dan komoditas lain untuk menghasilkan bahan baku. Ini bisa membuka peluang usaha dan mendorong pertumbuhan pabrik etanol di dalam negeri," tuturnya.

Dengan begitu, program E10 tidak hanya menyasar pengurangan emisi karbon, tapi juga menjadi stimulus ekonomi dari hulu ke hilir.

Meski mendukung penuh program E10, Fahmy memberi catatan penting. Ia menolak bila pemerintah memaksakan produk E10 sebagai satu-satunya pilihan di pasar.

Selain itu, kata Fahmy, konsumen tetap harus diberi opsi untuk memilih bahan bakar yang sesuai dengan kebutuhan dan jenis kendaraannya.

"Jangan sampai di pasar hanya ada E10 atau B50, sementara BBM fosil dihilangkan. Konsumen seakan dipaksa. Biarkan saja konsumen yang memilih," tegasnya.

Sebagai penutup, Fahmy menegaskan bahwa dirinya mendukung penuh diversifikasi energi seperti E10 dan B40/B50 (biodiesel berbahan baku sawit), selama dilakukan secara bertahap dan terencana.

"Dengan campuran yang terus meningkat, maka ini akan mengurangi impor BBM yang selama ini cukup besar. Selain ramah lingkungan, ini juga mendukung ketahanan energi nasional dan ekonomi rakyat," pungkasnya.

Sumber: disway news network