1 tahun disway

9 Orang Terpapar, Guru Besar UB Ungkap Manfaat dan Bahaya Radioaktif Cs-137

9 Orang Terpapar, Guru Besar UB Ungkap Manfaat dan Bahaya Radioaktif Cs-137

Ilustrasi pengujian radiasi Cesium 137 di Kawasan Industri Cikande, Serang--westjava.today

MALANG, DISWAYMALANG.ID--Isu pencemaran radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di Banten, lagi hangat. Sembilan orang terpapar, namun dalam kadar ringan. Yang terbaru, 32 titik radiasi Cs-137 terdeteksi di kawasan industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) Prof Chomsin Sulistya Widodo SSi MSi PhD menguraikan tentang Cesium-137, termasuk bahaya dan manfaatnya.

Cesium-137 dikenal sebagai isotop radioaktif yang mampu memancarkan sinar gamma berenergi tinggi. Menurut Prof Chomsin, zat ini banyak digunakan di rumah sakit untuk terapi kanker dan di laboratorium industri untuk keperluan penelitian.



Prof. Chomsin Sulistya Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.--ub.ac.id

“Cesium itu bahan radioaktif yang bisa mengeluarkan sinar gamma. Energinya di atas sinar X yang biasa digunakan di rumah sakit untuk diagnostik,” jelasnya kepada Disway Malang, Selasa (7/10).

Namun, penggunaan Cesium-137 di sektor perairan menimbulkan kekhawatiran. Dalam beberapa penelitian budidaya ikan dan udang, bahan radioaktif ini digunakan sebagai tracer atau penanda untuk menelusuri jalur penyerapan pakan.

“Di industri perairan, bahan radioaktif itu dipakai untuk penelitian, bukan untuk perlakuan langsung. Tapi kalau pengelolaannya tidak tepat, air dan hewan uji bisa tercemar,” tambah Prof Chomsin.

BACA JUGA: 9 Korban Terpapar Radioaktif Cikande, Menkes: Kadar Rendah, Sudah Dipulangkan

Bahaya Akumulatif di Rantai Makanan

Masalah muncul ketika zat radioaktif ini ikut masuk ke ekosistem.  Partikel Cesium-137 yang menempel pada ikan atau udang dapat bertahan bertahun-tahun. Prof Chomsin menjelaskan, jika udang dan ikan yang sudah terpapar radiasi lalu dikonsumsi manusia, zat itu akan berpindah dan terakumulasi di jaringan tubuh.

“Radiasi itu seperti kelereng yang tidak kelihatan. Kalau terus dikonsumsi, dosisnya akan bertambah di dalam tubuh, dan bisa menimbulkan efek seperti mual, rusaknya organ, hingga risiko kanker,” ungkapnya.

Batas aman radiasi yang diperbolehkan dalam produk laut adalah tidak lebih dari 100 becquerel (Bq) per kilogram. Di atas ambang batas itu, risiko kesehatan meningkat signifikan.

Prof Chomsin juga menegaskan, pengelolaan limbah radioaktif harus mengikuti standar keselamatan ketat. Air yang digunakan dalam penelitian harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya dan tidak boleh dikembalikan ke laut. Begitu pula dengan hewan uji seperti ikan atau udang, tidak boleh dikonsumsi atau dijual bebas.

“Air yang digunakan dalam penelitian tidak boleh dikembalikan ke laut. Itu harus dianggap sebagai limbah radioaktif. Begitupun udang atau ikan yang sudah terpapar juga tidak boleh dilempar atau dimasukkan kembali ke kolam umum karena bisa mencemari lainnya,” tegasnya.

 

Langkah Pencegahan dan Edukasi


Ilustrasi udang segar di pasar--foto: cnnindonesia.com

 

Prof Chomsin juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap potensi bahaya radiasi, terutama dalam konsumsi hasil laut dari sumber yang tidak jelas. Selain itu, lembaga pengawas lingkungan perlu memperketat pengujian radiasi lingkungan secara berkala.

Selain pengawasan, edukasi publik tentang bahaya dan pengelolaan bahan radioaktif menjadi hal mendesak. Masyarakat perlu memahami bahwa radiasi bukan hanya urusan laboratorium, tetapi juga bisa berdampak pada rantai makanan yang mereka konsumsi setiap hari.

“Yang paling mudah adalah menghindar. Kasat mata kita tidak bisa tahu ikan atau udang itu terkena radiasi atau tidak. Kalau tahu makanan atau bahan itu terpapar radiasi, jangan dikonsumsi. Kalau tidak tahu, perlu ada deteksi dari pihak berwenang,” ujarnya menutup.

Penggunaan Cesium-137 memang memiliki manfaat besar dalam dunia medis dan penelitian, namun tanpa tata kelola yang benar, dampaknya bisa meluas ke lingkungan dan manusia. Para ahli menekankan pentingnya pengawasan, SOP yang ketat, serta edukasi publik agar manfaat ilmiah bahan radioaktif tidak berubah menjadi ancaman tersembunyi.

Sumber: