Komisaris BUMN 2025 Dikuasai Birokrat-Poliltisi: Dari 562 Kursi, Hanya 133 Diisi Profesional
Kantor BUMN Indonesia--TEMPO/Abdul Karim
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Kursi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan publik. Laporan terbaru Transparency International Indonesia (TII) per September 2025 mengungkap bahwa mayoritas posisi komisaris BUMN masih diisi oleh birokrat dan politisi, bukan kalangan profesional sebagaimana yang diharapkan publik.
Dalam konferensi pers bertajuk “Komisaris Rasa Politisi: Perjamuan Kuasa di BUMN” pada 30 September 2025, TII menyoroti keterlibatan pejabat publik yang merangkap jabatan di BUMN.
Tercatat 33 wakil menteri dan 1 wakil PCO (Public Company Officer) turut duduk di kursi komisaris, menimbulkan pertanyaan besar soal independensi dan tata kelola BUMN.
Komposisi Komisaris: Birokrat dan Politisi di Puncak
Dari hasil penelitian terhadap 59 BUMN dan 60 anak perusahaan, ditemukan total 562 komisaris dengan rincian latar belakang yang menarik
Birokrat mendominasi dengan 174 orang, disusul politisi sebanyak 165 orang, dan profesional berjumlah 133 orang.
Di bawahnya, ada 35 komisaris berlatar militer, 29 dari aparat penegak hukum (APH), 15 akademisi, 10 dari organisasi kemasyarakatan (ormas), dan 1 mantan pejabat negara.
Visualisasi ini menunjukkan kecenderungan kuat bahwa posisi strategis di BUMN masih dianggap sebagai “ruang perjamuan politik” alih-alih arena profesionalisme korporasi.
Ketimpangan Profesionalisme dan Uji Tuntas yang Diabaikan
Menurut peneliti TII, Asri Widayati, kecenderungan tersebut melanggar prinsip dasar dalam penunjukan komisaris.
Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2023, pengangkatan anggota dewan komisaris dan direksi seharusnya melalui proses due diligence (uji tuntas) yang memastikan kompetensi sesuai bidang usaha.
“Namun dalam praktiknya, kita melihat uji tuntas ini kerap diabaikan. Banyak penunjukan tidak berbasis pada kapabilitas profesional, tetapi pada relasi politik atau birokratik,” ungkap Asri.
Hal ini, lanjutnya, berpotensi menurunkan kualitas pengawasan dan strategi bisnis, serta menciptakan konflik kepentingan di tubuh perusahaan negara.
Profesionalisme di Persimpangan
Fenomena dominasi birokrat dan politisi di struktur komisaris BUMN menimbulkan tantangan serius terhadap good corporate governance.
Ketika jabatan publik dan politik mendominasi struktur pengawasan, maka transparansi, independensi, dan efisiensi bisnis menjadi taruhannya.
BUMN yang seharusnya menjadi motor ekonomi nasional, bisa berubah menjadi alat distribusi kekuasaan politik jika profesionalisme tidak diperkuat.
Sumber: transparency international indonesia
