Wawali Ali Soroti Pendidikan di Kota Malang Dikepung Konten dan Komersialisasi: Bisa Cuma jadi Pabrik Ijazah
--
Namun, menurutnya, beban ini justru menjadi risiko besar jika tidak ditopang oleh arah pendidikan yang kuat.
“Kalau pendidikan di sini rusak, rusak pula generasi masa depan bangsa,” tegasnya.
“Menyekolahkan anak kini jadi soal status. Bukan nilai yang ditanamkan. Itu masalah besar,” tambah Ali.
Dialog pendidikan ini menyimpulkan bahwa pendidikan Kota Malang kini berada di titik kritis. Pilihannya jelas: tetap menjadi jantung peradaban, atau sekadar menjadi jalur instan ke pasar kerja yang dangkal.
“Jika pendidikan kehilangan ruh-nya sebagai pembentuk karakter, maka yang tersisa hanyalah pabrik ijazah,” pungkas Ali.

Wakil Walikota Malang Saat Memberikan Sambutan dan Membuka Acara Di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang--
Miniatur Indonesia
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwardjana, menambahkan bahwa Kota Malang adalah miniatur Indonesia, tempat berbagai suku, budaya, dan agama berbaur. Maka, pendidikan di kota ini seharusnya punya tanggung jawab ekstra untuk memperkuat fondasi kebhinekaan.
“Karakter khas warga Malang itu ramah, guyub, dan toleran. Tapi kalau sekolah-sekolah kita tidak menanamkan itu, identitas ini akan perlahan hilang,” katanya.
Suwardjana juga mengingatkan agar kebijakan pendidikan tidak sekadar populis dan reaktif. Ia mencontohkan wacana mewajibkan salat berjamaah di sekolah, yang menurutnya perlu dikaji secara akademik dan tidak dijadikan komoditas politik.
“Mendidik karakter religius itu penting. Tapi harus berbasis penelitian, bukan sekadar mengejar dukungan politik,” tegasnya. (*)
Sumber:
