Hari Jurnalis Internasional 19 November: Kebebasan Pers Indonesia Masih Terdesak, Ingat Teror Kepala Babi!

Rabu 19-11-2025,08:00 WIB
Reporter : Elsa Amalia Kartika Putri
Editor : Mohammad Khakim


Teror kepala babi dan bangkai tikus yang dipenggal ke kantor redaksi tempo pada Maret 2025--tempo.co

Salah satu warta paling mengkhawatirkan di tahun 2025 adalah kasus intimidasi ekstrem terhadap jurnalis Tempo. Kepala babi yang dipotong dan tikus mati dikirim ke kantor Tempo dan jurnalis Francisca Christy Rosana. Insiden ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi penuh simbolisme.

Hal tersebut menjadi contoh ekstrem bagaimana ancaman terhadap jurnalis tak lagi hanya verbal atau digital, tetapi mulai menyentuh level teror psikologis.

Kasus ini memicu kecaman luas dari komunitas pers dan organisasi advokasi, yang menilai insiden tersebut sebagai tanda memburuknya ekosistem keamanan bagi pekerja media.

5. Regulasi dan Hambatan Politik

AJI juga menilai bahwa regulasi seperti Undang-Undang ITE dan ancaman kriminalisasi tetap menjadi senjata penyudutan terhadap kebebasan pers. Selain itu, dalam konteks pemerintahan Prabowo–Gibran, AJI menyatakan bahwa “perlindungan kebebasan pers kian menipis.” 

Ada juga kekhawatiran terkait tekanan struktural di media. Seperti pekerja media menghadapi upah rendah, status kepegawaian yang tidak jelas, dan ketergantungan pada iklan yang bisa menggerus independensi jurnalistik.

6. Tantangan Khusus untuk Jurnalis Perempuan

Komnas Perempuan menyerukan jaminan ruang aman bagi jurnalis perempuan. Mengingat tren kekerasan berbasis gender terhadap pekerja media terus meningkat.

BACA JUGA:Menelusuri Jejak Peradaban: 9 Candi di Malang Raya untuk Refleksi Hari Pahlawan

Implikasi dan Seruan di Hari Jurnalis Internasional

Peringatan Hari Jurnalis Internasional bukan sekadar seremoni. Di tengah lonjakan intimidasi dan kekerasan, masyarakat, pemerintah, dan lembaga media harus mengambil langkah nyata untuk memperkuat perlindungan jurnalis. Kebebasan pers bukan hanya soal hak wartawan, ia adalah fondasi demokrasi, pertahanan terhadap korupsi, dan saluran bagi publik untuk tahu kebenaran.

AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia, menyerukan agar pemerintah mengkaji ulang regulasi yang mengancam kebebasan jurnalistik. Serta mempercepat hadirnya mekanisme perlindungan yang efektif, baik secara hukum maupun sosial.

Sementara itu, masyarakat perlu mendukung jurnalis dengan menghargai peran mereka sebagai pengawal kebenaran dan pemberi suara kepada yang tak terdengar.

BACA JUGA:Rayakan Keberagaman Hari Toleransi Dunia 16 November, Ini Contoh Toleransi dalam Pendidikan Matematika

Di tengah gelombang ancaman dan tekanan, hari Jurnalis Internasional mengingatkan kita bahwa tugas seorang jurnalis tidak hanya menyampaikan informasi. Tetapi mempertaruhkan keamanan dirinya demi kepentingan publik.

Peringatan hari ini seharusnya menjadi momentum bersama untuk memastikan bahwa para pewarta dapat bekerja bebas dari rasa takut, bebas dari sensor, dan bebas dari ancaman.

Kategori :