MALANG, DISWAYMALANG.ID–Industri game global sedang berada di titik yang aneh. Studio besar berguguran, PHK terjadi di mana-mana, dan game AAA (triple A, artinya game yang dirilis oleh publisher besar dengan dana produksi jumbo) yang dulu dielu-elukan sebagai mahakarya kini banyak yang tumbang sebelum mencapai hype-nya.
Salah satu kasus yang paling ramai terkait pemecatan karyawan adalah Rockstar Games. Kurang lebih 200 karyawan di-PHK secara sepihak karena diduga melakukan pembocoran informasi. Belum lagi banyak studio besar yang disasar hujatan gamer karena dirasa tak becus menggarap game.
BACA JUGA:Galaxy Tab A11, Tablet Sejutaan yang Menyasar Kebutuhan Belajar hingga Hiburan Keluarga
Kasus pemecatan karyawan dari Studio Rockstar Games adalah salah satu bukti industri game sedang tak baik-baik saja. --Rockstar Games--
Misalnya Bethesda atau Halo Studio (sebelumnya 343 Industries), pemegang hak atas game legendaris Halo. Semenjak ulang tahun franchise Fallout beberapa waktu lalu, mereka mendapat kecaman karena hanya 'merombak' game lawas tanpa ada game baru. Atau melakukan milking habis-habisan dari Halo: Combat Evolved yang dirasa gamer sudah keterlaluan.
Namun di tengah hiruk pikuk itu, ada satu fenomena yang justru makin mencolok. Ya, game indie bangkit ke permukaan. Mereka kecil, mandiri, dan sering kali dibuat oleh tim yang bisa dihitung dengan jari.
Tetapi gema keberadaannya justru terdengar sampai ke seluruh dunia. Dalam dunia yang serba megah dan mahal, kesederhanaan justru kembali berjaya.
Ambil contoh Hollow Knight: Silksong. Game ini bukan sekadar judul yang dinantikan, tetapi hampir berubah menjadi legenda internet karena lamanya penantian. Tetapi bukan itu yang membuatnya digdaya. Gameplay Silksong adalah perpaduan seni dan sistem pertarungan yang presisi.
BACA JUGA:Rekomendasi 5 HP Gaming Murah di Bawah Rp2 Juta, Ada Samsung dan Xiaomi
Pergerakan cepat, map luas bercabang, hingga mekanik khas Metroidvania membuatnya bukan hanya sekadar sekuel, melainkan evolusi. Jumlah pemain Hollow Knight pertama di PC saja sudah menembus jutaan, dan setiap update kecil tentang Silksong selalu menjadi trending.
Ini yang membuat game indie berbeda. Mereka berhasil memikat bukan dengan CGI brutal, tapi dengan dunia yang hidup dan mekanik yang memuaskan.
Contoh lain yang lebih “sunyi”, tetapi dampaknya juga terasa adalah Stardew Valley. Game ini dibuat oleh satu orang. Ya, hanya satu orang. Ia adalah ConcernedApe. Perancang dunia pertanian kecil yang hangat, penuh kejutan, penuh emosi. Tidak ada ray tracing. Tidak ada efek partikel seperti game AAA.
Tetapi Stardew Valley terjual lebih dari 30 juta kopi. Angka yang membuat banyak studio besar malu. Gameplay-nya sederhana, tetapi kontennya luas. Ia tidak memanjakan mata, namun memanjakan hati. Sementara Undertale mengambil jalan berbeda.
BACA JUGA:Steam Machine Bisa Picu Perang Konsol PC Baru, Microsoft Sebut Xbox Berikutnya Bakal Mirip PC
Memadukan humor jenaka, dialog menusuk, dan sistem pertarungan unik yang lebih banyak bermain di perasaan daripada berfokus pada gameplay. Game ini laris dan menjadi fenomena budaya pop. Bahkan musiknya saja sudah diputar miliaran kali.
A Space to The Unbound adalah pembuktian bahwa game lokal bisa mendunia dan dikenal karena kelokalannya--Steam--
Fenomena ini membuka mata terhadap satu kenyataan: Gamer hari ini tak terlalu butuh grafik ciamik atau dunia yang megah, mereka mencari pengalaman.
Para gamer mencari sesuatu yang emosional, adiktif, atau setidaknya membuat mereka lupa waktu. Karena pada akhirnya, grafik bisa ditiru. Teknologi bisa dibeli. Tetapi gameplay? Itu adalah jiwa. Dan jiwa tidak bisa dibeli.
Beberapa game Indonesia juga membuktikan hal ini. A Space for the Unbound adalah salah satu bukti paling nyata. Game ini tidak bersandar pada grafik fotorealistik, tetapi pada narasi yang kuat dan estetik pixel art yang rapi.
BACA JUGA:Gen Z Ramaikan Tren Prewedding AI 2025: Foto Realistis Cukup dengan Prompt Gemini
Dunia, karakter, dan emosinya disulam dengan sangat hati-hati. Hasilnya? Mendunia. Dipuji di mana-mana. Begitu pula dengan Coffee Talk, karya dari Toge Productions. Game yang berhasil masuk radar internasional karena atmosfernya yang menenangkan. Bukan karena tampilan wow ala Hollywood.
Dari semua ini, ada pelajaran penting bagi pengembang game Indonesia. Fokuslah pada gameplay dan konten. Grafik memang penting, tetapi bukan segalanya. Dunia telah membuktikan bahwa pemain lebih menghargai game yang punya hati.
Dunia pun seakan berkata: "Tak perlu menjadi raksasa untuk menjadi besar." Ketika game indie bisa menembus pasar dunia, itu berarti kreativitas masih menjadi mata uang paling kuat dalam industri ini.
BACA JUGA:Red Dead Redemption Kini Bisa Dinikmati di HP dan Konsol Generasi Terbaru
Pada akhirnya, game indie mendominasi bukan karena mereka besar. Tetapi justru karena mereka kecil. Mereka fleksibel. Mereka jujur. Mereka berani mengambil risiko yang tidak bisa dilakukan studio raksasa, karena mereka tidak terikat oleh investor yang menuntut keuntungan cepat.
Di saat dunia gaming sedang terpuruk karena ambisi berlebihan, game indie muncul sebagai pengingat. Bahwa video game adalah tentang cerita, petualangan, dan pengalaman. Bukan sekadar angka atau grafik.
BACA JUGA:Google Pixel Hadirkan Fitur AI Canggih, Bikin Hidup Pengguna Makin Praktis dan Kreatif