MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Hari ini, dunia memperingati International Day of Action for Women’s Health. Tidak seheboh Hari Perempuan Internasional. Tidak semegah Hari Kesehatan Dunia. Tapi justru dari sinilah salah satu perjuangan paling krusial perempuan dimulai: soal hak atas tubuhnya sendiri.
Kenapa hari ini penting? Dan kenapa semua juga harus peduli, bahkan jika bukan perempuan?
Mari kita mulai dari awal.
1. Lahir dari Ketidakadilan Global
Tahun 1987. Dunia baru mulai paham bahwa kesehatan perempuan bukan cuma urusan melahirkan. Bukan cuma soal bayi. Tapi soal bagaimana sistem kesehatan dunia—yang selama ini dirancang laki-laki, untuk laki-laki—gagal melindungi hak dan nyawa perempuan.
Organisasi perempuan dari berbagai negara berkumpul dan membentuk Women’s Global Network for Reproductive Rights (WGNRR). Mereka tidak minta difavoritkan. Mereka hanya ingin hal paling mendasar: hak untuk mengakses layanan kesehatan yang aman, terjangkau, dan manusiawi.
Mereka melihat bagaimana perempuan di negara miskin dibiarkan mati saat melahirkan. Bagaimana aborsi yang aman menjadi hal terlarang, memaksa perempuan mengambil jalan berbahaya. Bagaimana edukasi seksual tidak diajarkan, tapi kehamilan remaja dikecam.
Maka lahirlah hari aksi ini: 28 Mei, setiap tahun. Sebagai momen global untuk bersuara. Untuk tidak diam melihat ketimpangan.
2. Bukan Cuma soal Rahim
Selama bertahun-tahun, perempuan sering disimplifikasi hanya melalui fungsi reproduksinya. Seolah-olah kesehatan mereka hanya penting saat hamil atau menyusui. Padahal realitasnya jauh lebih rumit.
Masalah seperti menstruasi tidak normal, kanker serviks, kanker payudara, endometriosis, gangguan hormon, menopause dini, hingga tekanan mental akibat stigma gender jarang jadi prioritas dalam sistem kesehatan.
28 Mei hadir sebagai pengingat bahwa kesehatan perempuan itu kompleks. Dan hak untuk memahami tubuh sendiri adalah titik awal dari kesehatan itu sendiri.
3. Kesehatan Reproduksi Adalah Hak, Bukan Hadiah
Salah satu poin paling penting dari Hari Aksi 28 Mei adalah kesadaran bahwa kesehatan reproduksi dan seksual adalah hak asasi manusia. Bukan hadiah dari negara. Bukan hasil negosiasi dengan pasangan. Tapi hak yang melekat sejak lahir.