3 Mei, Wordsmith Day, Yuk Belajar Meracik Karakteristik Kata dari Para Maestro Dunia Sastra!

Sabtu 03-05-2025,09:00 WIB
Reporter : Immanuela Regina
Editor : Agung Pamujo

Martin juga terkenal karena membangun atmosfer melalui deskripsi detail: “The snow fell like a silent sentence.” Kalimat ini bukan hanya indah secara visual, tapi membawa makna mendalam dalam narasi. Bagi penulis, belajar darinya berarti belajar menggunakan kata-kata deskriptif untuk memperkuat suasana, tanpa berlebihan.

5. Agatha Christie: Kosakata yang Cermat untuk Membangun Misteri

Christie ahli dalam menanam petunjuk lewat kata-kata yang tampaknya biasa saja. Dalam Murder on the Orient Express, ia menyisipkan detail kecil lewat percakapan: “The clothes tell you something, but so does the manner of wearing them.” Gaya bahasa yang tampaknya netral justru menjadi alat untuk menyembunyikan clue.

Dalam dialog tokoh Hercule Poirot, Christie kerap menggunakan bahasa formal, sopan, tapi penuh makna tersembunyi. Misalnya, “It is the little grey cells, mon ami, on which one must rely.” Kalimat ini memperkenalkan cara berpikir deduktif yang khas. Kita bisa belajar darinya untuk menggunakan kosakata yang hemat tapi penuh bobot.

6. Dan Brown: Membuat Kosakata Ilmiah Jadi Populer

Dalam The Da Vinci Code atau Angels & Demons, Brown menggabungkan istilah teologi, sejarah, dan simbolisme ke dalam kalimat yang mudah dipahami. Kata-kata seperti ambigram, Illuminati, obelisk, atau Vitruvian Man jadi lebih dikenal berkat cara Brown mengemasnya dalam cerita yang seru.

Brown memberi contoh bahwa kata-kata ilmiah atau asing bisa dipopulerkan asalkan dikontekstualisasikan dengan baik. Ia kerap menyisipkan penjelasan singkat dalam narasi, contohnya: “The Fibonacci sequence is a simple series of numbers. Yet it is the basis for everything in nature.” Gaya seperti ini bisa ditiru untuk menulis fiksi sains atau artikel edukatif.

7. Suzanne Collins: Pilihan Kata Tajam dan Narasi Tegas

Penulis The Hunger Games menggunakan kalimat-kalimat pendek, langsung, dan penuh ketegangan. Contoh dari Katniss Everdeen: “I volunteer! I volunteer as tribute!” Kalimat ini pendek, tapi dramatis karena diulang, ditekankan, dan diucapkan dalam situasi genting.

Collins juga gemar memakai kata kerja yang kuat: grabbed, yelled, sprinted, untuk menunjukkan aksi tanpa harus mendeskripsikan terlalu panjang. Gaya ini efektif untuk penulisan aksi atau narasi pertama orang seperti diary atau vlog. Pembaca bisa merasakan urgensi melalui pilihan kata yang tepat.

8. Haruki Murakami: Kombinasi Kata Sederhana dan Imajinasi Surealis

Murakami banyak memakai kosakata sehari-hari untuk menggambarkan hal-hal aneh. Dalam Kafka on the Shore, kalimat seperti “Sometimes fate is like a small sandstorm that keeps changing directions,” terdengar sederhana tapi puitis. Ia mengajarkan bahwa keindahan bahasa bisa lahir dari struktur kalimat biasa yang diisi dengan imajinasi luar biasa.

Gaya Murakami cenderung mengalir dan kontemplatif. Ia sering memakai pengulangan seperti “And then I ran. And I kept running. And it felt like I was running forever.” Bagi penulis, ini jadi contoh bahwa ritme dan pengulangan bisa memperkuat efek emosional sebuah kalimat.

9. Roald Dahl: Kata-kata Aneh dan Imajinatif untuk Anak-anak

Dahl menciptakan banyak kata imajinatif dalam buku anak-anaknya seperti The BFG atau Charlie and the Chocolate Factory. Istilah seperti snozzcumber, frobscottle, dan whizzpopper tidak ada di kamus, tapi bisa dipahami dari konteks cerita.

Ia juga suka menggunakan onomatope — kata-kata tiruan suara — dan aliterasi untuk menciptakan efek bunyi. Contohnya: “swishwiffling”, “whooshey”, atau “muddleheaded”. Gaya Dahl memberi inspirasi bagi penulis untuk tidak takut bermain-main dengan bunyi kata, terutama untuk tulisan kreatif anak-anak.

Kategori :