JAKARTA, DISWAYMALANG.ID-- Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan rencana besarnya untuk mengarsipkan seluruh musik yang rilis pada setiap generasi, dimulai dari tahun 1970-an.
"Pengarsipan, vinyl termasuk, saya kira kita sedang mengerjakan nanti juga semacam ensiklopedia untuk piringan hitam Indonesia, ensiklopedia kaset-kaset musik Indonesia," ungkap Fadli ditemui usai konser Tribute Musisi/Penyanyi Legendaris 1960-an di Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (24/12).
Dengan dibuatnya arsip ini, ia berharap setiap karya musik yang mewarnai musik Tanah Air pada masa tersebut dapat terekam dan diakses masyarakat zaman sekarang. "Sehingga semuanya terekam ada datanya, ada databasenya. Karena jumlahnya ribuan, puluhan ribu bahkan. Sehingga yang dari waktu ke waktu, lagu-lagunya dari para seniman budayawan, dari para musisi ini terekam di dalam satu record," lanjutnya.
Menurutnya, upaya tersebut berpotensi mengembalikan jalur distribusi termasuk aransemen ulang lagu-lagu legendaris tersebut. "Mungkin lagu-lagu yang tadi dinyanyikan bisa diaransemen ulang, atau duet, feature atau apa," jelasnya.
Lagu-lagu lama itu, lanjutnya, di negara lain juga bisa bisa di-remake atau di-reintroduce bahkan rearrange. "Dan itu bisa menjadi satu karya sebagai respons terhadap perjalanan musik Indonesia sehingga ada yang bisa berkelanjutan," tuturnya.
Apresiasi Musisi Legendaris
Sementara itu, sebagai wujud apresiasi terhadap para musisi legendaris di era 60-an, pihaknya pun menggelar konser Tribute Penyanyi Legendaris tahun 1960-an. Pada konser ini, tampil kembali para penyanyi senior, seperti Titiek Sandora, Muchsin Alatas, dan Ernie Djohan. Menurut rencana Titiek Puspa juga hadir namun berhalangan.
"Ini baru semacam kick off, awalan. Nanti kita akan membuat acara yang lebih banyak merangkum, bekerja sama dengan artis, penyanyi, musisi yang masih bisa berkarya sampai saat ini. Ini kan luar biasa setelah puluhan tahun," tuturnya.
Fadli menambahkan, gelaran tersebut nantinya tidak hanya sebagai nostalgia, tetapi menunjukkan kembali nilai-nilai sebenarnya dari musik yang menjadi perjuangan seniman serta budayawan di zaman tahun '60-an.
"Di zaman '60-an, kita ekonominya tidak seperti sekarang. Ini ada value di situ, bahwa perjuangan untuk kebudayaan, untuk musik dalam hal ini, bukan perjuangan yang gampang. Kalau sekarang kan dengan digital, orang bisa masuk ke banyak platform digital," tuturnya.
Sedangkan zaman dulu, masyarakat hanya bisa mengakses musik melalui radio atau piringan hitam yang terbatas. "Sekarang mereka masih hadir di tengah-tengah kita, tentu harus dihargai, apresiasi, dan saya kira perlu juga untuk mereka bisa memberikan nilai-nilai perjuangan dan pengalaman dari masa lalu kepada generasi yang baru," paparnya. (*)