Awas Ancaman AMR bagi Kesehatan! Harap Lebih Cermat Pilih Daging untuk Konsumsi

Rabu 13-11-2024,06:22 WIB
Editor : Agung Pamujo

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID -- Ada ancaman kesehatan baru yang perlu diwaspadai. Yakni, antimikroba resistensi (AMR).

AMR disebut-sebut merupakan ancaman kesehatan global yang berpengaruh signifikan terhadap populasi di dunia. Bahkan, WHO pada 2023 lalu menetapkan AMR sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat global.

Yang perlu diwaspadai, diperkirakan akan ada 10 juta kematian global dan Rp66 triliun kerugian material pada 2050 akibat resistensi antibiotik yang tidak dikendalikan."

AMR menimbulkan ancaman kesehatan global yang signifikan bagi populasi seluruh dunia, dimana kematian akibat AMR di tahun 2050 itu lebih besar dibandingkan dengan kanker," ungkap perwakilan Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM RI Amatul Syukra Tampubolon pada KIE BBPOM di Jakarta, Selasa (12/11).

Definisi dan Penyebabnya. 

AMR merupakan keadaan di mana, mikroorganisme mampu bertahan pada dosis terapi senyawa antimikroba. Bahasa sederhananya, tubuh sudah tidak mempan lagi kalau dikasih antibiotik

Penyebab utama AMR menurut Amatul Syukra adalah penyalahgunaan antimikroba dalam kesehatan manusia dan produksi pangan. Sebagai contoh para peternakan hewan, ayam akan disuntik antibiotik begitu menetas dari telurnya.

"Ternyata ayam itu ketika menetas, itu sudah disuntik dengan antibiotik. Dan nyuntiknya itu nggak satu dua ekor, semuanya secara massal, baru menetas. Kemudian setelah satu bulan disuntik lagi," paparnya.

Tak hanya itu, ketika beberapa ekor ayam dalam satu kandang jatuh sakit, semuanya akan diberikan antibiotik lagi."Dengan arti kata, siapa yang bisa menjamin, bahwa ayam yang kita konsumsi per hari, apalagi anak-anak sekarang sukanya makan ayam, akhirnya tertimbunlah residunya itu di dalam tubuh anak-anak kita," tutur Amatul Syukra.

Fenomena itu menurut Amatul Syukra menjadi perhatian BPOM ntuk memperhatikan dan mengkaji daging-daging ayam yang ada di pasar. Yakni, harus mengandung batas minimal antibiotik.

Dia membeberkan data dari KemenkoPMK bahwa ketika ayam di Indonesia ini dicek, tingkat resistensi e.colli itu tertinggi sebesar 71 persen dibandingkan negara-negara pasifik lainnya, 47 persen. Dengan arti kata bahwa ayam-ayam yang kita makan tersebut sudah sangat resistensi terkait antimikroba.

Yang membuat cemas, temuan antibiotik pada pangan tidak hanya ditemukan di daging ayam saja. Tetapi bisa saja di ikan, daging sapi, daging babi, dan sebagainya.

Amatul menambahkan, dengan keterhubungan antara sektor pertanian, perikanan, lingkungan, dan pangan terhadap sektor manusia ini menjadikan one health approach sebagai pendekatan kesehatan yang terintegrasi.

"Jadi tidak bisa melibatkan BPOM atau Kemenkes saja, tidak bisa hanya dengan Kementan saja, KLH juga, kementerian semuanya kita gandeng. Karena bukan hanya kepada obatnya saja, kepada ternaknya, tumbuhan, dan lain sebagainya, kita harus gerakkan semua kementerian ini untuk bisa bergerak," katanya, menegaskan. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait