51 Persen Aset Belum Bersertifikat, Wali Kota Malang Soroti Hambatan Realisasi Pembangunan
--
KLOJEN, DISWAYMALANG.ID – Sejumlah hambatan serius dalam pelaksanaan program strategis Pemerintah Kota Malang kembali mencuat dalam rapat pembahasan anggaran 2024 yang digelar di Gedung DPRD Kota Malang, Senin (7/7). Salah satu persoalan utama yang disoroti adalah belum terselesaikannya legalitas aset tanah milik pemerintah daerah.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengungkapkan bahwa lebih dari separuh aset tanah Pemkot Malang hingga kini belum mengantongi sertifikat resmi. Kondisi ini dinilai menjadi kendala krusial dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.
“Ini masalah besar. Dari total aset tanah kita, sekitar 51 persen belum tersertifikasi. Dampaknya sangat nyata: beberapa kegiatan tidak bisa dijalankan karena anggarannya tidak dapat dicairkan. Regulasi kita mewajibkan semua kegiatan harus berbasis legalitas yang kuat,” tegas Wahyu usai rapat.
Ia menjelaskan, sejumlah program pembangunan serta pengadaan fasilitas umum terpaksa tertunda karena status lahan belum tuntas secara administratif. Bahkan, beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) harus menjalankan kegiatan secara mandiri tanpa dukungan anggaran akibat belum terpenuhinya persyaratan hukum.
BACA JUGA:Banggar DPRD Kota Malang Soroti Pembengkakan Belanja Pegawai dan Minimnya Belanja Modal di APBD 2024
“Prosesnya panjang. Mulai dari penyelesaian dokumen lahan, survei teknis, hingga pencairan anggaran. Kalau belum bersertifikat, ya tidak bisa jalan,” lanjutnya.
Wahyu juga menyinggung pelaksanaan penertiban saluran air yang dijadwalkan pada Rabu mendatang sebagai bagian dari program pengendalian banjir. Meski tetap dijalankan, kegiatan tersebut juga menghadapi keterbatasan anggaran dan kendala teknis di lapangan.
“Kita jalankan semampunya. Tapi untuk jangka panjang, pembenahan regulasi dan percepatan administrasi tetap menjadi kunci,” tandas Wahyu.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita, turut memberikan catatan kritis terhadap penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dinilai belum merata.
“Selama ini belum menyentuh kelompok utama yang seharusnya menjadi prioritas, seperti buruh pabrik rokok. Ini harus jadi evaluasi bersama,” ujar Amithya.
DPRD, lanjutnya, mendorong Pemkot Malang menyusun skema distribusi DBHCHT yang lebih aktif dan tepat sasaran. Selain buruh, alokasi juga bisa diperluas ke sektor padat karya, pelatihan keterampilan, dan dukungan ekonomi mikro.
“Kami ingin DBHCHT tidak hanya sekadar dibelanjakan, tapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Skema baru perlu dikonsultasikan sejak dini,” tegasnya.
Tak hanya itu, DPRD juga memberi perhatian serius terhadap permasalahan aset daerah. Sertifikasi tanah dinilai mendesak agar pemanfaatan aset menjadi lebih optimal, baik untuk kepentingan publik maupun peningkatan pendapatan daerah.
“Dengan legalitas yang kuat, tanah bisa dimanfaatkan secara maksimal. Jangan sampai aset terbengkalai hanya karena administrasinya belum lengkap,” pungkasnya. (*)
Sumber:
