1 tahun disway

ABH Pelaku Peledakan SMAN 72 Sudah Keluar RS, Kini Ditangani Psikologinya

ABH Pelaku Peledakan SMAN 72 Sudah Keluar RS, Kini Ditangani Psikologinya

SMAN 72 Jakarta sudah berkegiatan normal. Puskesmas Kelapa Gading, Jakut, bersama Kemenkes mengadakan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di SMAN 72 Jakarta, dengan tema "Cerdas Emosi, Sukses Berinteraksi: Meningkatkan Keterampilan Sosial dan--

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Siswa berinisial NF (17), Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) pelaku peledakan di SMAN 72 Jakarta, telah keluar dari RS Polri. Kini, dia tengah ditangani kondisi psikologisnya.

"ABH sudah keluar dari RS dan masih dilakukan penanganan psikis oleh dokter psikologis," katanya kepada awak media, Sabtu, 29 November 2025.

Kini NF ditempatkan di rumah aman atau safe house. "Dititip di rumah aman hasil koordinasi dengan Dinsos, KPAI, Bapas, Upt P3A dan Apsifor," ujarnya.

Kemudian masih ada dua orang korban lagi yang masih dirawat di rumah sakit saat ini. "Masih 2 orang, 1 RS Yarsi, 1 RSCM," tuturnya.

Sementara, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima permohonan perlindungan dari Polda Metro Jaya bagi 86 siswa korban ledakan di SMAN 72 Jakarta yang terjadi pada 17 November 2025.

Permohonan itu terkait tindak pidana dengan unsur kesengajaan menimbulkan ledakan dan membahayakan nyawa orang lain.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan pemulihan korban anak merupakan prioritas utama lembaganya. Menurutnya, penanganan korban tidak hanya fokus pada luka fisik, tetapi juga pemulihan psikologis dan rasa aman mereka pasca peristiwa traumatis tersebut.

"Yang paling utama adalah memastikan anak-anak tidak menanggung trauma ini sendirian. Negara wajib hadir memberikan pelindungan menyeluruh," katanya kepada awak media, Kamis 27 November 2025.

Berhak Mendapat Restitusi atau Ganti Rugi

LPSK menyampaikan bahwa kasus ledakan tersebut masuk dalam kategori tindak pidana yang mengancam keselamatan jiwa, sehingga para korban berhak memperoleh perlindungan sesuai Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Karena mayoritas korban adalah anak, ketentuan dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga berlaku. Itu berarti korban berhak atas restitusi, atau ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku atas kerugian yang dialami.

"Restitusi adalah hak anak sebagai korban, termasuk untuk mengganti biaya medis, psikologis, dan penderitaan yang dialami. Dalam perkara pelaku anak, restitusi dapat dibayarkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan hukum," jelasnya.

LPSK akan menghitung kerugian tiap korban sesuai mandat PP Nomor 7 Tahun 2018 jo. PP 35 Tahun 2020 tentang ganti rugi korban tindak pidana.

Suara Anak Jadi Pertimbangan Utama

LPSK juga menegaskan bahwa kesaksian dan perspektif anak korban akan menjadi fokus utama dalam pemberian perlindungan.

"Anak-anak ini sudah berada pada usia remaja dan punya pandangan serta kebutuhan yang harus dihormati. Pemulihan yang adil bagi anak hanya bisa tercapai kalau suara mereka benar-benar didengar," ucapnya.

Sumber: