Pendidikan Tinggi Buka Akses Gaji Lebih Besar, tapi Bukan Satu-satunya Faktor Penentu
Ilustrasi kerja--pixabay
MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Pendidikan masih menjadi salah satu indikator kuat dalam menentukan arah dan kualitas hidup seseorang, khususnya dalam aspek penghasilan.
Di Indonesia, korelasi antara jenjang pendidikan dan tingkat upah terlihat nyata, di mana semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar pula rata-rata gaji yang diterimanya.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, kelompok lulusan dengan pendidikan tinggi seperti diploma IV, sarjana (S1), hingga doktoral (S3) memperoleh rata-rata gaji bulanan sebesar Rp4,35 juta.
Ini merupakan angka tertinggi dibandingkan lulusan pada jenjang pendidikan lain.
Lulusan diploma I–III tercatat memiliki penghasilan rata-rata Rp3,89 juta, disusul lulusan SMK Rp2,97 juta, SMA Rp2,89 juta, SMP Rp2,48 juta, dan lulusan SD ke bawah yang hanya menerima rata-rata Rp2,07 juta per bulan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi membuka akses yang lebih luas ke dunia kerja formal, posisi profesional, serta peluang karier dengan kompensasi lebih tinggi.
Hal ini selaras dengan kebutuhan industri yang semakin menghargai keahlian dan kompetensi khusus, yang umumnya diperoleh melalui pendidikan formal tingkat lanjut.
Namun demikian, BPS juga menekankan bahwa pendidikan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tinggi rendahnya gaji seseorang.
Aspek lain seperti pengalaman kerja, jenis industri, lokasi kerja, keterampilan praktis, dan jaringan sosial turut berperan penting dalam membentuk nilai tawar seorang pekerja di pasar tenaga kerja.
Dengan demikian, meskipun pendidikan tetap menjadi landasan kuat, pengembangan keterampilan dan pengalaman tetap krusial dalam meningkatkan potensi penghasilan jangka panjang.
BACA JUGA:SPMB SD Negeri Kota Malang 2025 Dibuka 10 Juni, Ini Jadwal Lengkap dan Syarat Wajib Daftar
Akses Kuliah Belum Merata
Di sisi lain, data dari Ditjen Dukcapil tahun 2022 mengungkapkan bahwa 23,61 persen masyarakat Indonesia belum atau tidak pernah sekolah, sementara hanya 4,39 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S-1. Jumlah lulusan pascasarjana bahkan masih di bawah 1 persen.
Data ini mengindikasikan bahwa tantangan utama bukan hanya pada distribusi kesempatan kerja, tetapi juga pada akses dan keberhasilan masyarakat dalam menempuh pendidikan tinggi.
Maka dari itu, selain kebijakan kenaikan upah minimum regional (UMR) yang dilakukan secara rutin, perlu adanya perbaikan sistem pendidikan nasional, khususnya dalam implementasi program wajib belajar 12 tahun secara menyeluruh.
Sumber: bps
