1 tahun disway

Tren Tiktok "Life After Breakup", Ini 9 Hal Yang Harus Dipastikan untuk Memulai Hubungan Baru

Tren Tiktok

Ilustrasi Life After Breakup-PureWow-

4. Apakah Hubungan Baru Ini Didasari Rasa Ingin Memberi atau Sekadar Ingin Mengisi?

Hubungan yang sehat dibangun dari dua orang yang sama-sama ingin memberi perhatian, kasih sayang, dan pengertian. Bila satu pihak hanya ingin “diisi”—minta dimengerti, dipuji, ditemani, tanpa bisa memberi hal yang sama—relasi akan timpang. Sayangnya, setelah putus, banyak yang mencari “pengisi kekosongan” tanpa sadar belum siap untuk memberi balik.

Contohnya, seseorang yang merasa kosong sejak berpisah bisa dengan mudah jatuh hati ke orang pertama yang memberi perhatian. Tapi bila belum mampu menyeimbangkan hubungan itu dengan komitmen, waktu, atau empati yang setara, orang baru itu bisa merasa dijadikan “alat pelampiasan” alih-alih pasangan.

5. Apakah Sudah Belajar dari Hubungan Sebelumnya?

Setiap hubungan—bahkan yang gagal—selalu menyimpan pelajaran. Mengenali pola buruk, kesalahan sendiri, atau jenis pasangan yang sebenarnya cocok, bisa membantu membentuk relasi baru yang lebih sehat. Bila pelajaran itu belum digali, besar kemungkinan akan mengulangi cerita yang sama dengan tokoh berbeda.

Sebagai contoh, seseorang yang sadar bahwa dalam hubungan sebelumnya terlalu posesif karena trauma masa lalu, bisa mulai memperbaiki sikap sebelum terjun ke hubungan baru. Namun jika refleksi ini belum terjadi, dan orang itu tetap mengontrol pasangannya, maka masalah yang sama bisa muncul lagi.

6. Apakah Ekspektasi terhadap Pasangan Baru Masih Realistis?

Setelah putus, ekspektasi bisa berubah ekstrem: terlalu ideal atau terlalu takut. Ada yang berharap pasangan barunya “harus lebih baik dari mantan dalam semua hal”, ada pula yang terlalu waspada sampai tidak memberi ruang untuk kepercayaan. Padahal hubungan baru memerlukan ruang netral tanpa beban ekspektasi dari masa lalu.

Contohnya, ketika seseorang berharap pacar barunya akan membalas chat lebih cepat karena mantannya dulu ghosting, ini bisa jadi bumerang. Pasangan baru bukan alat ganti rugi masa lalu. Relasi baru harus punya ruang dan standar tersendiri, bukan bayangan yang dibentuk dari luka.

7. Apakah Sudah Sempat Menjalani Waktu Sendiri Tanpa Bergantung Emosional pada Orang Lain?

Masa jeda setelah putus penting untuk membangun ulang identitas dan kenyamanan dengan diri sendiri. Bila langsung loncat ke hubungan baru tanpa pernah “duduk sendiri”, identitas diri bisa kabur, dan seseorang akan terus butuh pasangan sebagai sumber rasa cukup.

Misalnya, seseorang yang baru dua hari putus langsung butuh validasi dari orang baru untuk merasa berharga, kemungkinan besar belum nyaman berdiri sendiri. Bila bisa menjalani waktu sendiri—traveling, olahraga, belajar hal baru—tanpa terburu-buru mencari pasangan, itu menandakan kesiapan yang lebih matang.

8. Apakah Sudah Punya Alasan Jelas untuk Memulai Hubungan Baru?

Tanpa alasan yang jelas, hubungan baru bisa berjalan seperti kapal tanpa arah. Ingin sayang-sayangan? Ingin healing bareng? Ingin bukti sudah laku lagi? Semua alasan itu sah, tapi perlu ditanya ulang: apakah cukup kuat untuk menopang relasi jangka panjang?

Contohnya, seseorang yang mulai dekat dengan teman lama karena “lagi butuh seseorang untuk ngobrol” mungkin belum tentu siap dengan dinamika eksklusivitas, tanggung jawab emosional, atau komitmen. Sebaiknya, alasan membangun hubungan baru harus datang dari keinginan untuk tumbuh bersama, bukan sekadar pelampiasan sesaat.

Sumber: reddit