JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Kali pertama dalam sejarah, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi menurunkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi hingga 20 persen. Berlaku mulai hari ini, Rabu, 22 Oktober 2025.
Kebijakan tersebut bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menariknya, penurunan harga tersebut tidak menggunakan tambahan anggaran subsidi dari APBN, melainkan melalui efisiensi industri dan perbaikan sistem distribusi pupuk nasional. Kebijakan tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025, yang merupakan Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 800/KPTS./SR.310/M/09/2025 tentang Jenis, Harga Eceran Tertinggi, dan Alokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2025. Penurunan harga tersebut berlaku untuk seluruh jenis pupuk bersubsidi yang digunakan petani, di antaranya:- Urea = dari Rp2.250/kg menjadi Rp1.800/kg
- NPK = dari Rp2.300/kg menjadi Rp1.840/kg
- NPK Kakao = dari Rp3.300/kg menjadi Rp2.640/kg
- ZA khusus tebu = dari Rp1.700/kg menjadi Rp1.360/kg
- Pupuk organik = dari Rp800/kg menjadi Rp640/kg
Dengan adanya kebijakan tersebut, diperkirakan dapat menguntungkan lebih dari 155 juta penerima manfaat, termasuk petani dan keluarganya di seluruh Indonesia.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa penurunan harga tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo, guna menjamin ketersediaan pupuk dengan harga terjangkau bagi petani. “Ini adalah terobosan Bapak Presiden, tonggak sejarah revitalisasi sektor pupuk. Bapak Presiden Prabowo memerintahkan agar pupuk harus sampai ke petani dengan harga terjangkau. Tidak boleh ada keterlambatan, tidak boleh ada kebocoran,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2025. Selain itu, Ia juga menambahkan bahwa Kementerian Pertanian bersama PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) mulai melakukan perbaikan tata kelola. Mulai dari distribusi langsung dari pabrik ke petani, penyederhanaan proses penyaluran, hingga memperketat pengawasan dari hulu ke hilir. “Kita merevitalisasi sektor pupuk karena pupuk adalah darah pertanian. Tanpa pupuk kita tidak bisa berproduksi. Ini langkah cepat pemerintah untuk menolong petani, meningkatkan produksi pangan, dan memastikan tidak ada lagi kelangkaan pupuk di lapangan,” lanjutnya. Pemerintah juga akan menindak tegas pihak-pihak yang menyalahgunakan pupuk bersubsidi, termasuk perusahaan besar yang menggunakannya secara ilegal. Pelaku pelanggaran tersebut akan dikenai sanksi pencabutan izin usaha serta proses hukum pidana sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar. Adapun hasil dari pembenahan sistem pupuk bersubsidi menghasilkan efisiensi besar bagi negara, di antaranya:-
Menghemat anggaran hingga Rp10 triliun.
- Menurunkan biaya produksi pupuk sebesar 26 persen.
- Meningkatkan laba PT Pupuk Indonesia (Persero) menjadi Rp2,5 triliun pada 2026, dengan proyeksi total keuntungan Rp7,5 triliun.
- Menambah volume pupuk bersubsidi hingga 700 ribu ton secara bertahap hingga 2029.