3. Ubah pola makan – Arahkan konsumsi ke makanan sehat dan ramah lingkungan.
IGC juga mendorong peran aktif dari food blogger, UMKM kuliner, hingga hotel dan restoran agar ikut menyebarkan semangat ini. Serta berharap, inisiatif ini bukan berhenti di seremoni, melainkan tumbuh menjadi gerakan nasional yang melibatkan semua kalangan — dari rumah tangga, dunia usaha, hingga pemerintah.
BACA JUGA:Mahasiswa, Siap-Siap! Magang Berdampak 2025 Dibuka, Ini Jadwal, Persyaratan, dan Cara Daftarnya!
Bukan Sekadar Sampah, tapi Ancaman
Dr. Ray Wagiu Basrowi, Sekjen IGC sekaligus pendiri Health Collaborative Center, mengungkap fakta mengejutkan.
Lebih dari 735 juta orang di dunia masih mengalami kelaparan, dan limbah makanan justru menyumbang 8–10% emisi gas rumah kaca global.
“Ini bukan sekadar masalah konsumsi berlebih, ini soal ketimpangan dan ancaman iklim. Di Indonesia saja, anak-anak masih kekurangan gizi, tapi makanan dibuang-buang. Sangat ironis,” tegas Dr. Ray.
Data FAO 2023 menyebut bahwa secara global, lebih dari 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun, setara dengan sepertiga produksi pangan dunia.
Hal ini menggerus ketahanan pangan dan memperparah krisis lingkungan.
Selain itu, tidak sesuai dengan visi Asta Cita Pemerintah. Terutama dalam menciptakan peradaban Indonesia modern yang peduli terhadap lingkungan, pangan lokal, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kontrol limbah makanan bukan soal mengurangi rasa, tapi menambah makna,” kata Dr. Ray yang kini dikenal juga sebagai penggerak edukasi gizi berkelanjutan. (*)