Menurut Journal of Psychosomatic Research, scimago (2022), hingga 35% pasien IBD mengalami depresi klinis, sementara 40% lainnya menderita gangguan kecemasan. Sayangnya, dukungan kesehatan mental masih sering terabaikan dalam pengelolaan IBD, padahal jelas memengaruhi kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien.
Penting bagi sistem kesehatan untuk menyediakan layanan psikolog klinis sebagai bagian dari tim IBD. Kelompok dukungan pasien dan terapi kognitif-perilaku (CBT) telah terbukti membantu pasien mengelola stres dan meningkatkan coping mechanism mereka.
9. Pola Makan, Nutrisi dan Gaya Hidup untuk Pasien IBD
Tidak ada “diet tunggal” yang cocok untuk semua pasien IBD, tetapi pola makan memang berperan penting dalam mengelola gejala dan memperpanjang remisi. Saat flare-up, makanan rendah serat, rendah laktosa, dan mudah dicerna biasanya dianjurkan. Di masa remisi, pasien bisa perlahan kembali ke makanan utuh dan bergizi seimbang.
Beberapa pasien mengalami intoleransi terhadap makanan tertentu, seperti produk susu, gluten, atau makanan tinggi FODMAP (fermentable carbs). Namun, eliminasi makanan sebaiknya dilakukan dengan pengawasan ahli gizi agar pasien tidak kekurangan nutrisi penting, terutama zat besi, vitamin B12, dan D.
Studi di Clinical Nutrition ESPEN (2021) menunjukkan bahwa intervensi nutrisi yang dipersonalisasi meningkatkan masa remisi dan mengurangi kebutuhan akan steroid. Mereka merekomendasikan diet antiinflamasi berbasis makanan utuh, termasuk ikan berlemak, sayuran berwarna, dan prebiotik alami.
Untuk gaya hidup, meski IBD membuat tubuh terasa lelah, olahraga ringan justru dianjurkan karena bisa memperbaiki fungsi imun dan mood. Aktivitas seperti jalan cepat, yoga, atau berenang selama 30 menit per hari terbukti membantu pasien merasa lebih bertenaga dan mengurangi stres.
Hindari olahraga berat selama masa flare-up, karena bisa memperburuk nyeri perut dan dehidrasi. Namun saat remisi, membangun kebiasaan aktif sangat membantu dalam pemulihan. Tidak kalah penting, pasien harus cukup tidur dan mengelola stres — dua hal yang sering jadi pemicu flare-up.
Jadi Lebih Peduli
World IBD Day bukan sekadar peringatan tahunan, tapi momentum untuk memahami lebih dalam tentang penyakit ini.
Di balik senyum seorang teman, rekan kerja, atau tetangga, bisa jadi ada perjuangan besar menghadapi nyeri perut tak tertahankan dan rasa lelah tanpa alasan. IBD memang tak terlihat, tapi dampaknya sangat nyata.
Dengan mengenal IBD lebih dekat — dari gejala, diagnosis, pengobatan, hingga cara hidup berdampingan dengannya — kita bisa membangun masyarakat yang lebih peduli. Karena tak ada yang lebih menyakitkan dari rasa sakit yang tak dimengerti orang lain.
Jadi mulai hari ini, mari kita hentikan stigma, tingkatkan empati, dan bantu sebarkan edukasi.
Karena untuk para pejuang IBD, dukungan kita bisa jadi penguat terbesar mereka.