MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Dunia kerja hari ini lebih cepat, dinamis, dan fleksibel. Banyak talenta muda yang berpindah-pindah tempat kerja demi pertumbuhan karier, gaji yang lebih baik, atau suasana yang lebih sehat. Pertanyaannya: apakah HRD akan menilainya buruk?
Jawabannya: tergantung. Kalau alasan pindah tidak jelas, pencapaian di tiap tempat tidak terlihat, dan kesannya cuma “lari” dari masalah, ya tentu saja akan bikin alis HR mengerut saat ingin melamar kerja.
Tapi kalau setiap lompatan kerja itu punya cerita yang rapi dan pertumbuhan yang konkret, justru bisa jadi nilai jual. Semua kembali ke bagaimana mengemas dan menyampaikan kisah karier dengan jujur dan strategis.
Ini Siasatnya!
1. Bukan Soal Seberapa Sering, Tapi Seberapa Berkembang
Di usia muda, masa eksplorasi sangat wajar. Tapi yang paling dilihat adalah: apakah setiap perpindahan membawa pertumbuhan?
Kalau dalam dua tahun sempat pindah tiga kali, tapi setiap tempat membawa skill baru—HR bisa melihatnya sebagai growth. Tapi kalau CV penuh dengan lompatan tanpa arah, tanpa nilai tambah, HR akan bertanya: “Sebenarnya, apa yang dikejar?”
2. Pindah Kerja = Tambah Nilai? Pastikan Ada yang Bisa Dijual
Setiap kali pindah kerja, idealnya ada hal baru yang bisa dibanggakan. Entah itu proyek besar yang ditangani, target yang berhasil dicapai, tim yang dipimpin, atau tools yang berhasil dikuasai. Ini penting agar CV tetap punya narasi naik, bukan sekadar berganti nama perusahaan.
Pikirkan setiap transisi sebagai “level-up” dalam karier. Saat HR membaca riwayat kerja, mereka tidak hanya menghitung berapa lama bertahan. Mereka juga mencari reason to believe—alasan untuk percaya bahwa tiap langkah membawa kompetensi baru. Jangan hanya menulis “kerja di sini, pindah ke sana.” Tunjukkan impact dan kontribusinya.
3. Usahakan Minimal Stay Satu Tahun, Kecuali Ada Alasan Kuat
Secara umum, bertahan di satu tempat selama minimal satu tahun masih menjadi standar tak tertulis. Di bawah itu, HR biasanya mulai curiga. Kecuali, memang ada alasan yang logis dan bisa dijelaskan. Misalnya: perusahaan tutup, restrukturisasi, lingkungan kerja yang tidak sehat, atau memang hanya kontrak sementara.
Tapi kalau sering keluar di bulan ke-5, ke-7, ke-9 tanpa pola yang jelas, HR akan bertanya-tanya: “Apakah kandidat ini bisa diandalkan untuk jangka menengah?” Maka, sebisa mungkin, pilih tempat kerja yang bisa bertahan minimal 12 bulan. Kalau pun tidak, siapkan cerita jujur yang masuk akal dan tidak menyalahkan pihak lain.
4. Siapkan Push Factor yang Kuat dan Rasional
Dalam wawancara kerja, pertanyaan “Kenapa keluar dari tempat kerja sebelumnya?” hampir selalu muncul. Jadi penting untuk punya push factor yang kuat—bukan cuma karena bosnya galak atau jam kerjanya nggak enak. HR lebih percaya pada alasan logis: pengembangan diri, ketidakcocokan visi, tidak adanya peluang karier, atau kebutuhan keluarga.