MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Sejak 13 Maret lalu beredar trailer suatu dokementer yang mengguncang publik. Dokumenter ini tentang kehidupan Stan Lee, pendiri Marvel, di masa-masa akhir hidupnya.
Lee adalah raja komik, lahir di New York City pada 1922, dan meninggal di Los Angeles pada 12 November 2018 di usia 95 tahun.
Marvel seringkali menjadi inspirasi dalam dunia perfilman, seperti di Indonesia dalam genre yang mengusung science fiction. Namun di balik itu semua ternyata ada sisi yang belum diketahui publik dan akan diungkap melalui dokumenter tersebut. Ini sekaligus bisa menjadi refleksi dan pembelajaran bagi industri perfilman Indonesia yang tengah merintis di panggung internasional.
Untuk apa? Agar seluruh tokoh, pekerja dan legenda di film Indonesia dapat belajar dari peristiwa yang dialami oleh Stan Lee.
1. Dibuat dari Perspektif Orang Dekat
Jon Bolerjack, seorang filmmaker yang mengikuti perjalanan Stan Lee selama bertahun-tahun, baru saja mengungkapkan proyek dokumenter rahasia berjudul Stan Lee: The Final Years. Dalam film ini, ia menunjukkan sisi lain dari Lee yang jarang terekspos. Ia tak hanya merekam momen-momen penuh energi di panggung Comic-Con, tetapi juga kelelahan yang luar biasa, tekanan dari lingkaran dalamnya, dan kondisi keuangan Lee menjelang akhir hidupnya.
2. Siapa Stan Lee dan Mengapa Penting di Industri Perfilman Global?
Stan Lee bukan hanya seorang penulis komik. Ia adalah arsitek utama dari Marvel Comics dan pencipta banyak karakter yang menjadi ikon budaya komik dunia. Lahir dengan nama Stanley Martin Lieber pada 28 Desember 1922, ia memulai kariernya di dunia komik sebagai asisten editor di Timely Comics, yang kemudian berkembang menjadi Marvel Comics. Seiring waktu, ia bertransformasi menjadi figur utama dalam industri ini, menciptakan tokoh-tokoh yang memiliki kompleksitas emosional dan cerita yang lebih manusiawi.
Lee merevolusi dunia komik dengan memperkenalkan konsep pahlawan super yang memiliki kelemahan dan masalah pribadi. Sebelum Marvel, karakter seperti Superman atau Batman digambarkan sebagai sosok sempurna yang tak tersentuh. Namun, Lee bersama rekan-rekannya seperti Jack Kirby dan Steve Ditko, mengubah paradigma itu. Ia menciptakan Spider-Man, seorang remaja dengan masalah kehidupan nyata; X-Men, yang mewakili perjuangan kaum minoritas, dan Iron Man, seorang jenius yang harus berjuang melawan dirinya sendiri. Keberhasilannya juga turut terlihat sampai di Indonesia yang memiliki antusiasme tinggi terhadap Marvel.
3. Dampak Stan Lee bagi Marvel dan Para Penggemarnya Secara Global
Tanpa Stan Lee, Marvel mungkin tidak akan menjadi seperti sekarang. Ia bukan hanya kreator, tetapi juga seorang promotor ulung yang membangun hubungan erat dengan penggemarnya. Kata-kata khasnya seperti "Excelsior!" menjadi semacam mantra bagi komunitas Marvel. Lee sering muncul dalam acara-acara fan meeting, mengisi rubrik surat pembaca di komik, dan bahkan memiliki cameo di hampir setiap film Marvel sejak era 2000-an.
Bagi penggemar Marvel, Lee adalah sosok ayah yang membimbing mereka ke dunia penuh imajinasi dan inspirasi. Ia menciptakan pahlawan yang bisa mereka jadikan panutan. Kisah-kisahnya tidak hanya tentang pertarungan melawan kejahatan, tetapi juga tentang perjuangan menghadapi diri sendiri. Itulah yang membuat warisannya begitu abadi. Kalau di Indonesia, bisa setara dengan Joko Anwar yang selalu memiliki warisan dalam tiap film-filmnya yang berjaya.
4. Dokumenter yang Disimpan Rapat
Bolerjack menghabiskan bertahun-tahun merekam keseharian Stan Lee, mulai dari pertemuan bisnis hingga perjalanan ke berbagai negara. Namun, dokumenter ini baru terungkap sekarang. Ia meluncurkan trailer dan kampanye Kickstarter untuk menyelesaikan proyek ini—proyek yang telah menghabiskan ratusan ribu dolar dari kantong pribadinya.
Keputusan untuk merahasiakan proyek ini bertahun-tahun bukan tanpa alasan. Bolerjack ingin memastikan bahwa film ini benar-benar memberikan gambaran jujur tentang kehidupan Lee, bukan hanya sebagai ikon Marvel, tetapi juga sebagai manusia yang mengalami kelelahan dan eksploitasi, sebagai seorang pekerja di industri film.
5. Stan Lee: Antara Publik dan Kehidupan Nyata
Lee dikenal sebagai sosok yang selalu ceria di depan kamera. Setiap kali muncul di acara atau konvensi, ia selalu penuh semangat, menyapa penggemar, dan melontarkan lelucon khasnya. Tapi di balik layar, kondisinya jauh berbeda. Dokumenter ini menampilkan bagaimana ia tetap dipaksa untuk menghadiri acara demi acara, menandatangani ratusan memorabilia, meski tubuhnya sudah tak lagi kuat.
Momen-momen ini menjadi bukti bahwa popularitas bukan selalu berkah. Seorang legenda sekalipun bisa terjebak dalam ekspektasi publik yang tak mengenal batas, hingga mengorbankan kesehatannya sendiri demi memenuhi keinginan para penggemarnya. Hal ini bisa menjadi pemantik dan pengingat kuat bagi aktor dan aktris di Indonesia terkait popularitas pula.
6. Keadaan Finansial Seorang Ikon
Marvel Studios yang ia bangun, dengan berbagai film serta komik yang laris, menjadi mesin uang luar biasa. Namun, Lee ternyata mengalami beberapa kendala dalam hal pengaturan finansial. Inilah salah satu isu utama yang diangkat dalam dokumenter ini.
7. Siapa yang Mengendalikan Lee?
Dokumenter ini menunjukkan bagaimana Lee menjadi objek manipulasi, diatur oleh orang-orang yang hanya peduli pada keuntungan pribadi. Tanpa kontrol atas kehidupannya sendiri, ia terus dipaksa bekerja hingga akhir hayatnya. Hal ini menjadi teguran keras bagi tokoh film di Indonesia terkait kontrol dan abuse di industri.