MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Film dokumenter "No Other Land" yang memenangkan kategori film dokumenter terbaik di Oscars 2025 tayang di Indonesia mulai ((7/3).
Bukan sekadar tontonan, tapi tamparan keras soal kenyataan hidup di Palestina. Karya ini lahir dari kolaborasi antara sutradara Palestina dan Israel, membawa sudut pandang yang berani dan emosional tentang konflik yang seakan tidak ada ujungnya.
Lewat rekaman nyata, film ini memberikan perspektif mendalam tentang kehidupan warga Palestina yang terus berjuang di bawah tekanan pendudukan Israel. Bukan sekadar berita di layar TV, tapi pengalaman yang dirasakan langsung.
1. Dokumenter Yang Berbicara Kebenaran
"No Other Land" dibuat oleh sekelompok jurnalis dan aktivis yang mengalami langsung realitas konflik ini. Ini bukan tentang siapa yang benar atau salah, tapi soal kemanusiaan yang terus diinjak. Film ini mengajak penonton buat melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi di Palestina—bukan dari sudut pandang media besar, tapi dari suara orang-orang yang mengalaminya setiap hari.
Yang bikin dokumenter ini semakin kuat adalah kejujurannya. Tidak ada adegan yang dibuat-buat atau dramatisasi yang berlebihan. Semua yang ditampilkan adalah kejadian nyata yang direkam langsung di lapangan. Ini yang bikin "No Other Land" terasa begitu menggugah dan sulit buat diabaikan.
2. Suara dari Palestina, Didengar Seluruh Dunia
Yang membuat "No Other Land" spesial adalah keberaniannya menyuarakan realitas Palestina ke panggung global. Film ini tidak hanya ditonton oleh aktivis atau jurnalis, tapi juga orang-orang biasa yang selama ini mungkin tidak peduli atau bahkan nggak tahu banyak soal konflik ini.
Dengan cara bertutur yang emosional dan jujur, dokumenter ini berhasil membuka mata banyak orang tentang bagaimana pendudukan mempengaruhi kehidupan warga sipil, dari kehilangan tanah sampai kehilangan nyawa.
Banyak yang akhirnya sadar bahwa apa yang terjadi di Palestina bukan sekadar perang antara dua negara, tapi ada dimensi kemanusiaan yang sering kali diabaikan. "No Other Land" jadi jembatan untuk banyak orang dalam memahami situasi dari sudut pandang warga Palestina sendiri.
3. Perjuangan Tanpa Senjata, Hanya dengan Kamera
Alih-alih mengangkat senjata, para pembuat film ini ( Yuval Abraham, Basel Adra, Rachel Szor, Hamdan Ballal) memilih kamera sebagai alat perlawanan. Mereka mendokumentasikan kejadian-kejadian yang seringkali sengaja ditutupi atau diabaikan oleh media mainstream. Kamera di tangan mereka jadi senjata paling ampuh untuk menunjukkan ketidakadilan yang terjadi di tanah Palestina.
Ini jadi bukti bahwa perang tidak selalu harus dilawan dengan senjata—kadang, kebenaran yang terekam bisa lebih mengguncang daripada peluru.
Ini juga membuktikan bahwa dokumentasi dan media punya peran penting dalam perjuangan. Dengan adanya rekaman yang nyata dan otentik, dunia tidak bisa lagi menutup mata terhadap apa yang terjadi di Palestina. Dokumenter ini jadi bukti bahwa jurnalisme bisa jadi alat perlawanan yang sangat kuat.
4. Mengungkap Kehidupan di Bawah Pendudukan