PAKIS, DISWAYMALANG.ID–Peringatan Hari Ibu 2025 digelar dengan pendekatan budaya dan sejarah di Candi Kidal dan Museum Panji, Kabupaten Malang, Minggu (21/12). Kegiatan yang diinisiasi komunitas Patembayan Citralekha bekerja sama dengan Kampung Budaya Polowijen dan Museum Panji ini mengangkat peran perempuan Jawa sebagai fondasi peradaban Nusantara.
Arkeolog Malang M Dwi Cahyono, hadir sebagai narasumber utama dengan tema “Garuda Amundhi Bunda Winata: Kebhaktian Putra kepada Ibu dan Tokoh Ikonografis Prajnaparamita (Ken Dedes)”. Acara diikuti pegiat budaya, komunitas seni, akademisi, serta masyarakat umum.
Sejumlah komunitas yang hadir di antaranya Perempuan Besanggul Nusantara, Dewan Kesenian Jawa Timur, Jelajah Jejak Malang, Brang Wetan, Laskar Panji Suryanegara, hingga sanggar seni topeng dan tari tradisional.
Di Candi Kidal, peserta diajak mengelilingi candi berlawanan arah jarum jam sembari mendapatkan penjelasan tentang relief Garudeya. Dwi Cahyono menjelaskan, relief tersebut merekam kisah Garuda yang berjuang membebaskan ibunya, Dewi Winata, dari perbudakan.
“Kisah Garuda adalah simbol bakti anak kepada ibu. Nilai ini diabadikan secara visual dalam relief Candi Kidal dan menjadi bukti kuat bahwa penghormatan terhadap ibu telah tertanam lama dalam kebudayaan Jawa,” jelasnya.
Relief yang menampilkan Garuda menggendong Dewi Winata disebut merepresentasikan nilai etika, spiritualitas, dan kemanusiaan yang relevan hingga saat ini.
Kegiatan di lokasi candi juga dimeriahkan dengan pementasan seni tradisional, seperti Tari Beskalan Putri Malang, Tari Sekarsari, dan Tari Gambyong, yang diikuti puluhan peserta di halaman Candi Kidal.
Rangkaian acara dilanjutkan di Museum Panji Tumpang. Di lokasi ini, Dwi Cahyono yang juga Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Jawa Timur memaparkan kajian ikonografis Arca Prajnaparamita, yang kerap dikaitkan dengan sosok Ken Dedes.
Menurutnya, Ken Dedes bukan sekadar permaisuri, tetapi figur sentral dalam sejarah Jawa karena menjadi ibu dari garis keturunan raja-raja besar Singhasari hingga Majapahit.
“Ken Dedes dapat diposisikan sebagai ibu peradaban. Dari rahimnya lahir legitimasi kekuasaan dan kesinambungan sejarah Jawa,” ujar Dwi Cahyono.
Acara di Museum Panji juga diisi dengan pementasan Tari Sekarsari, Tari Gambyong, Tari Topeng Klono Sabrang. Ditutup dengan doa dan pergelaran wayang kulit oleh dalang muda Claudio Akbar, diiringi tembang macapat Kidung Rumekso Ing Wengi.
Peringatan Hari Ibu berbasis budaya ini diharapkan menjadi sarana edukasi sejarah sekaligus penguatan nilai penghormatan terhadap perempuan dan ibu, dengan menjadikan tinggalan budaya Singhasari–Majapahit sebagai sumber pembelajaran bagi generasi masa kini.