1 tahun disway

170 Pelajar di Malang Dilantik Jadi Peer Support Buddy, Teman Curhat untuk Cegah Bullying dan Bunuh Diri

170 Pelajar di Malang Dilantik Jadi Peer Support Buddy, Teman Curhat untuk Cegah Bullying dan Bunuh Diri

--

BLIMBING, DISWAYMALANG.ID – Upaya pencegahan kasus bullying dan bunuh diri di kalangan pelajar kini memiliki kekuatan baru. Sebanyak 170 pelajar dari berbagai sekolah di Kota Malang resmi dilantik sebagai Peer Support Buddy, sebuah komunitas teman sebaya yang berperan dalam Suicide Prevention & Anti-Bullying Squad.

Pelantikan berlangsung di Malang Creative Center (MCC) pada Jumat (26/9). Program ini diinisiasi oleh Indonesia Sehat Jiwa (ISJ), bagian dari Yayasan Mahargijono Schützenberger Indonesia (YMSI), bekerja sama dengan sejumlah instansi dan organisasi, termasuk PMI.

Peluncuran Peer Support Buddy merupakan respons atas tingginya kasus bunuh diri di kalangan remaja di Kota Malang, yang dalam beberapa tahun terakhir dikenal dengan stigma sebagai “Kota Bunuh Diri”.

Ketua Indonesia Sehat Jiwa, Sofia Ambarini, menyebut situasi ini sebagai peringatan serius. “Angka bunuh diri di kalangan pelajar di Malang adalah alarm bagi kita semua. Melalui Peer Support Buddy, kami ingin memberdayakan para pelajar untuk menjadi garda terdepan dalam membantu teman sebaya mereka yang mungkin sedang berjuang,” ujarnya.

BACA JUGA:Wakil Kepala BGN Menangis Sesenggukan Minta Maaf atas Maraknya Kasus Keracunan MBG

Sofia menambahkan, dukungan dari teman sebaya sering kali lebih efektif bagi remaja yang enggan terbuka kepada guru atau orang tua. “Kami percaya bahwa teman sebaya adalah pihak yang paling dekat dan paling bisa dipercaya oleh para pelajar saat mereka menghadapi masalah,” tegasnya.

Peer Support Buddy terdiri dari pelajar pilihan yang dilatih secara intensif oleh psikolog, psikiater, konselor, dan relawan profesional dari ISJ. Mereka dibekali kemampuan untuk mengenali tanda-tanda awal perundungan, depresi, hingga potensi bunuh diri.

Program ini memiliki tiga fokus utama:

1. Pencegahan Bunuh Diri – Anggota dilatih mengenali sinyal bahaya, memberikan dukungan awal, dan menghubungkan teman mereka dengan tenaga kesehatan mental.

2. Anti-Bullying – Menciptakan budaya inklusif, mengawasi, dan melaporkan perundungan di sekolah.

3.Edukasi dan Kampanye – Menggelar seminar, sosialisasi, serta kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental.

Selain itu, sistem pendampingan dibuat berlapis. Mulai dari first support controller di kalangan pelajar, hingga tenaga ahli seperti konselor sekolah, psikolog klinis, dan psikiater.

Sumber: