Gamers Salfok Banyak Konten Dibuat dengan AI di Chapter 7, Game Terbaru Fortnite
Aset di Fortnite yang diduga buatan AI. --Fortnite--
MALANG, DISWAYMALANG.ID—Fortnite baru saja merilis Chapter 7 dengan sederet kolaborasi besar. Mulai Kill Bill hingga Formula 1. Namun, bukan konten-konten kolaborasi ini yang dilirik penggemar. Yang ramai justru soal dugaan penggunaan aset yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI) di game tersebut.
Komunitas Fortnite kembali dibuat geleng-geleng kepala ketika sebuah poster di Chapter 7 menampilkan gambar yeti yang sedang santai di atas hammock. Mata mereka jeli dan menyadari jumlah jari kakinya salah. Satu kaki memiliki empat jari, satu lagi lima jari.
Bagi pemain yang sudah kenyang melihat gelombang seni AI di internet, anomali seperti ini adalah tanda paling mudah dikenali. Selain poster tersebut, beberapa billboard dan lukisan lain di dalam gim dinilai memiliki tekstur "licin" dan detail yang tampak kabur. Serupa dengan aset buatan AI generatif.
Tidak berhenti di situ, sebuah spray bertema anime berisi karakter Marty McFly dari Back to the Future juga memicu perdebatan. Gayanya mirip dengan gelombang gambar anime buatan AI yang sempat viral awal tahun ini. Sehingga pemain menilai ada penggunaan aset otomatis tanpa proses artistik manusia.

Salah satu postingan pemain dari Reddit yang menemukan konten berbasis AI di dalam gim Fortnite. --Epic Game--
Karena beberapa item tersebut termasuk bagian dari Battle Pass berbayar, kritik semakin keras. Pemain merasa mereka membayar konten yang dibuat tanpa usaha. Di forum-forum besar, dari Reddit hingga X, diskusi soal "aset AI yang menyusup" ini jadi topik panas, bahkan melampaui euforia peluncuran season baru.
Kontroversi ini semakin membesar karena muncul hanya beberapa minggu setelah CEO Epic Games, Tim Sweeney, menyatakan bahwa label AI-generated pada aset gim sebaiknya dihapus. Menurutnya, AI akan menjadi bagian alami dari proses produksi.
Sweeney menilai pelabelan justru menimbulkan stigma dan membatasi kreativitas, sama seperti menolak alat digital pada era transisi dari lukisan analog.
Namun, pernyataan tersebut justru memperkeruh situasi. Pemain menilai Epic seperti sedang membuka jalan bagi penggunaan AI tanpa transparansi. Di Reddit, Sweeney jadi sasaran kritik.

CEO Epic Games, mengungkapkan bahwa game masa depan tak memerlukan label AI. --80 level--
Dikutip dari PC Gamer, seorang pemain mengungkap kekesalannya, "Jika AI memang bisa melakukan banyak pekerjaan berat, kenapa tidak mengganti posisi CEO juga dengan AI?"
Isu ini juga memunculkan kekhawatiran tentang etika. Mulai dari apakah aset tersebut dilatih dari karya seniman tanpa izin? Atau apakah pengembang kini lebih memilih kecepatan ketimbang kualitas?
Muncul kecurigaan bahwa Fortnite Chapter 7 menjadi percobaan awal Epic untuk menguji seberapa jauh komunitas mau menerima konten AI dalam sebuah gim besar.
Konten-Konten AI "Menyusup" ke Game-Game Besar
Fortnite bukan kasus pertama. Dalam dua tahun terakhir, sejumlah gim AAA maupun AA juga terseret arus polemik penggunaan aset AI.
Yang pertama adalah Arc Raiders, proyek ambisius dari Embark Studios. Pada 2024, pemain menemukan bahwa beberapa promo art dan elemen visualnya diduga dibuat menggunakan AI generatif.
Tuduhan itu berbuntut panjang karena Embark memang dikenal menggunakan alat berbasis machine learning untuk mempercepat produksi aset. Reaksi pemainpun terbelah. Sebagian mengapresiasinya karena efisiensi, sebagian menilai kualitas visualnya terasa kosong dan tidak berjiwa.
Kemudian ada Call of Duty: Black Ops 7. Tahun ini mereka dikecam karena materi calling card-nya diduga dibuat dengan AI. Gaya visual yang terlalu mirip dengan hasil AI.
Terutama gambar anime yang punya pola komposisi khas. Menyebabkan pemain mempertanyakan komitmen Activision terhadap penggunaan jasa seniman visual.

Konten AI Anno 117: Pax Romana yang sempat jadi perbincangan di kalangan gamer. --Ubisoft/Eurogamer--
Kritik itu makin memuncak ketika terungkap beberapa elemen marketing juga memakai aset berbasis AI. Bahkan pemerintahan Kalifornia sampai turun tangan mengurusi perkara itu.
Sementara itu, Anno 117: Pax Romana dari Ubisoft juga diterpa isu serupa. Setelah trailer perdananya meluncur, sejumlah analis visual dan penggemar melakukan pembesaran frame demi frame.
Mereka mendapati sejumlah "anomali", mulai dari tekstur yang kurang halus, sampai bentuk tangan tidak proporsional. Itu mereka yakini berasal dari model AI. Sayangnya Ubisoft tidak mengonfirmasi apapun kala itu. Namun respons pemain sudah telanjur negatif.
Trio kontroversi ini berdampak luas. Ketiganya sama-sama tidak masuk radar nominasi The Game Awards 2025, meskipun masing-masing punya nilai produksi yang tinggi. Banyak analis menilai keputusan tersebut merupakan reaksi industri untuk menjaga standar artistik agar tidak "tenggelam" oleh banjir aset AI generatif.
Kontroversi AI di Fortnite, Arc Raiders, Black Ops 7, dan Anno 117 memunculkan satu pertanyaan penting. Apakah industri gim sedang bergerak menuju ketergantungan pada AI?
Di satu sisi, AI menjanjikan efisiensi. Dengan mengurangi biaya produksi, mempercepat rencana kerja, dan memungkinkan tim kecil membuat gim berskala besar. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kualitas artistik dan karakter visual sebuah gim akan semakin seragam, datar, dan kehilangan sentuhan manusia.
Jika tren ini terus berjalan, developer bisa saja tergoda untuk memproduksi aset dalam jumlah besar melalui model generatif daripada mempekerjakan artis.
Bagi sebagian kalangan, hal ini dianggap ancaman bagi keberlangsungan profesi kreatif. Namun bagi developer yang berjuang soal anggaran, AI dianggap alat yang tak terhindarkan.
Dengan kontroversi yang terus muncul, industri harus menjawab pertanyaan lebih besar. Yakni bagaimana menjaga kualitas dan etika tanpa menghambat inovasi?
Jawaban itu belum terlihat. Namun jelas bahwa perdebatan soal AI dalam industri gim akan menjadi topik yang hangat selama beberapa tahun ke depan.
Sumber: harian.disway.id
