Hari Wayang Nasional 7 November: Ini Sejarahnya, Kamu Wajib Tahu Wayang Topeng Malangan
Wayang warisan budaya tak benda bangsa indonesia.--iStock--
MALANG, DISWAYMALANG.ID–Hari Wayang Nasional di Indonesia diperingati setiap 7 November. Peringatan ini diresmikan pada 2018 oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No 30 Tahun 2018.
Penetapan Hari Wayang Nasional bertujuan menghormati dan melestarikan wayang sebagai warisan budaya bangsa Indonesia, sekaligus menegaskan peran penting wayang dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia.
Tanggal 7 November dipilih sebagai Hari Wayang Nasional karena pada tanggal tersebut tahun 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.
Pengakuan ini diberikan karena wayang dianggap sebagai karya budaya yang memiliki nilai estetika tinggi dan peran signifikan dalam masyarakat. UNESCO juga menilai wayang sebagai media yang mengajarkan banyak hal positif.
Misalnya toleransi, nilai-nilai kehidupan, dan pelestarian cerita rakyat serta sejarah. Wayang memiliki nilai budaya tinggi yang mencakup seni rupa, musik, sastra, dan filosofi, serta dianggap memiliki peran dalam pendidikan moral dan spiritual.
Pengakuan internasional ini membuat perhatian masyarakat Indonesia dan dunia terhadap wayang semakin meningkat. Pengakuan UNESCO menjadi dorongan penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan seni wayang.
Mengingatkan mereka akan pentingnya menjaga warisan budaya ini agar tetap hidup dan relevan.
Asal-Usul Wayang di Indonesia
Wayang telah hadir di Indonesia sejak ribuan tahun lalu dan berkembang pesat di pulau Jawa dan Bali. Meski ada beragam pendapat tentang asal-usul wayang, beberapa ahli berpendapat bahwa wayang berasal dari tradisi nenek moyang Nusantara.
Yang kemudian berasimilasi dengan budaya Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia sekitar abad ke-4 hingga abad ke-7. Kesenian wayang yang kita kenal sekarang memiliki pengaruh kuat dari budaya Hindu India.
Terutama dalam kisah Mahabharata dan Ramayana yang menjadi sumber utama cerita-cerita wayang. Pertunjukan wayang berkembang pesat pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa seperti Kerajaan Medang, Mataram Kuno, dan Majapahit.
Dalam perkembangannya, wayang juga mengalami akulturasi dengan nilai-nilai Islam saat Wali Songo menggunakan pertunjukan wayang sebagai sarana dakwah pada masa perkembangan Islam di Jawa.
Indonesia memiliki berbagai jenis wayang dengan karakteristik yang berbeda-beda, tapi yang paling dikenal adalah wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Setiap jenis wayang ini memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri, serta menyebar di berbagai daerah di Indonesia.
1. Wayang Kulit

Wayang kulit menjadi jenis wayang tertua yang terbuat dari kulit kambing dan kerbau,--iStock--
Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang yang tertua dan paling terkenal, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ciri khas dari wayang kulit adalah penggunaan figur wayang yang terbuat dari kulit kerbau atau kambing yang dipahat.
Lalu diberi ornamen-ornamen yang detail dan rumit. Figur wayang kulit biasanya datar dan dimainkan di belakang layar putih (kelir) dengan sumber cahaya di belakangnya. Cahaya ini menghasilkan bayangan pada layar, dan penonton melihat cerita dari bayangan tersebut.
Cerita yang dibawakan dalam wayang kulit umumnya diambil dari epik Ramayana dan Mahabharata, namun sering kali disesuaikan dengan kearifan lokal atau diintegrasikan dengan cerita-cerita rakyat dan sejarah.
Wayang kulit lebih dari sekadar hiburan,; ia juga mengandung nilai-nilai filosofis, etika, dan spiritual yang berakar dalam kehidupan masyarakat.
2. Wayang Golek

Wayang golek adalah jenis wayang tiga dimensi dari kayu yang populer di Jawa Barat.--iStock--
Wayang golek adalah jenis wayang yang populer di daerah Jawa Barat, terutama di kalangan masyarakat Sunda. Berbeda dengan wayang kulit, wayang golek menggunakan boneka tiga dimensi yang terbuat dari kayu.
Boneka wayang ini memiliki tubuh yang penuh (tidak datar) dan dirancang dengan detail, mulai dari pakaian hingga aksesori. Cerita wayang golek juga diambil dari epik Mahabharata dan Ramayana, namun sering kali disesuaikan dengan kebudayaan Sunda.
Beberapa cerita lokal, seperti cerita Panji atau kisah para wali, juga sering dipentaskan. Wayang golek terkenal dengan gaya penyampaian yang humoris, dengan dalang sering kali menambahkan dialog-dialog lucu atau sindiran yang relevan dengan isu-isu sosial, sehingga lebih dekat dengan masyarakat.
3. Wayang Orang

Wayang orang adalah jenis wayang yang menggunakan manusia sebagai pelaku pentas seni.--iStock--
Wayang orang adalah pertunjukan wayang yang dimainkan oleh aktor manusia, bukan oleh boneka atau figur. Wayang orang memiliki konsep yang lebih mirip dengan teater, di mana para pemain berdandan dan berperan sebagai tokoh-tokoh dalam cerita wayang.
Para aktor atau penari yang terlatih mengenakan kostum dan riasan yang rumit untuk menyerupai karakter wayang. Setiap pemain memerankan tokoh tertentu, seperti Arjuna, Rama, Sinta, atau Rahwana, dan menampilkan gerakan-gerakan tari yang anggun dan penuh makna.
Sama seperti wayang kulit dan golek, wayang orang umumnya mengangkat cerita dari epik Mahabharata dan Ramayana. Selain itu, wayang orang juga menampilkan cerita legenda atau sejarah lokal yang sarat akan pesan moral.
Wayang orang berkembang pesat pada abad ke-19 dan menjadi bentuk seni yang populer di kalangan bangsawan Jawa. Pertunjukan wayang orang sering diselenggarakan pada acara-acara besar, dan hingga kini tetap eksis. Meski bersaing dengan bentuk hiburan modern.
4. Wayang Topeng Malangan

Penampilan sendratari Wayang Topeng Malangan dari Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, di Taman Krida Budaya Malang, baru-baru ini. -dok. malang.disway.id --
Perkembangan dari wayang orang, di Kabupaten Malang ada wayang topeng atau dikenal wayang topeng Malangan. Sama dengan wayang orang, wayang topeng diperankan oleh manusia. Bedanya, jika wayang orang mengangkat cerita Mahabarata dan Ramayana, Wayang Topeng Malangan mengangkat cerita Panji.
Cerita Panji adalah kumpulan cerita rakyat dari Jawa yang mengisahkan kisah cinta dan kepahlawanan antara Raden Panji Inu Kertapati dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji (Galuh Candrakirana) dari Kerajaan Kediri.
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke-8 Masehi. Ini ditafsirkan dari fungsi Candi Badut (arti badut = tontonan) yang menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng.
Wayang Topeng Malangan dikenal dengan keunikan karakter gerakannya yang lembut dan tegas. Tersebar di beberapa kecamatan: Jabung, Tumpang, Pakisaji, Ngajum, Sumberpucung, dan Wagir. Di Kecamatan Pakisaji berkembang di Desa Kedungmonggo. Di Kecamatan Ngajum terdapat kelompok seni "Topeng Kranggan".
Di Kecamatan Tumpang terdapat Padepokan Seni Wayang Topeng Mangun Dharma di Dusun Kemulan, Desa Tulus besar. Beberapa kegiatan kesenian Wayang Topeng Malangan juga tercatat di Kecamatan Wagir.
Di Kecamatan Jabung, terdapat Sanggar Mantraloka dan Sanggar Darmo Langgeng. Baru-baru ini wayang topeng Jabung juga tampil pada gelaran seri terakhir pertunjukan Epos Panji bertajuk “Setyåkasih” di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Jumat (31/10/2025) lalu.
Selain keempat jenis wayang tersebut, ada juga bentuk wayang lain seperti wayang klitik dan wayang beber yang memiliki karakteristik dan cerita yang berbeda-beda.
Sesuai dengan budaya dan tradisi masyarakat lokal. Wayang bukan sekadar hiburan, tetapi mengandung banyak nilai filosofis. Dalam setiap cerita wayang, terdapat pelajaran hidup yang disampaikan melalui karakter-karakter yang ada.
Misalnya, tokoh-tokoh dalam kisah Mahabharata dan Ramayana seperti Arjuna, Bima, Sinta, dan Rahwana, mencerminkan berbagai sifat manusia, baik yang positif maupun negatif.
Pertunjukan wayang juga kerap digunakan untuk menyampaikan kritik sosial atau nasihat moral kepada masyarakat. Dalang sebagai pencerita memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan ini.
Dalam tradisi Jawa, misalnya, dalang memiliki kedudukan yang cukup tinggi karena dianggap sebagai sosok yang bijak dan mampu memberikan petuah kepada penonton melalui cerita yang dimainkan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam wayang mencakup prinsip keadilan, kebenaran, kesabaran, dan keberanian. Tokoh-tokoh wayang seperti Pandawa dan Kurawa menggambarkan konflik antara kebaikan dan kejahatan.
Yang mana kebaikan pada akhirnya selalu menang meski harus melalui perjuangan yang berat. Nilai-nilai ini menjadi pedoman yang relevan bagi masyarakat untuk selalu menjunjung tinggi kebenaran dan kebaikan.
Upaya Pelestarian Wayang
Melestarikan wayang di era modern tentu bukan hal yang mudah. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi membuat minat generasi muda terhadap seni tradisional menurun.
Namun, berbagai pihak telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga keberadaan wayang, termasuk pemerintah, komunitas budaya, dan para seniman.
1. Pendidikan dan Workshop
Banyak lembaga budaya dan sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan atau workshop tentang wayang. Program ini bertujuan untuk mengenalkan wayang kepada generasi muda.
Agar mereka tidak hanya mengenal wayang secara visual tetapi juga memahami cerita, nilai-nilai, dan teknik pembuatan serta pementasan wayang.
2. Pemanfaatan Teknologi
Beberapa seniman muda mencoba menggabungkan teknologi dengan seni wayang, seperti membuat animasi atau pertunjukan wayang digital. Agar wayang dapat lebih mudah diakses oleh generasi milenial dan Gen Z yang lebih akrab dengan teknologi.
3. Pementasan dan Festival Wayang
Di berbagai daerah, sering diadakan festival wayang untuk memperkenalkan kembali kesenian ini kepada masyarakat. Misalnya, pada peringatan Hari Wayang Nasional, berbagai daerah menggelar pementasan wayang untuk menarik minat masyarakat.
4. Kolaborasi dengan Industri Kreatif
Beberapa desainer dan kreator mencoba mengangkat unsur wayang dalam karya-karya kreatif mereka, seperti pada busana, aksesori, hingga produk digital.
Kolaborasi ini diharapkan dapat mempopulerkan wayang di kalangan masyarakat urban yang mungkin jarang menyaksikan pementasan wayang secara langsung.
Hari Wayang Nasional adalah momen penting untuk menghargai dan melestarikan kesenian wayang sebagai warisan budaya Nusantara. Dengan adanya peringatan ini, diharapkan masyarakat semakin mengenal dan semakin mencintai.
Juga turut menjaga keberadaan wayang di tengah perubahan zaman. Upaya pelestarian ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat.
Sebagai bangsa yang memiliki keragaman budaya, melestarikan wayang berarti turut menjaga identitas dan kebanggaan kita sebagai warga Indonesia.
Sumber: harian.disway.id
