1 tahun disway

16 Agustus Peristiwa Rengasdengklok: Titik Balik Ketegangan Golongan Muda dan Tua Menjelang Proklamasi 1945

16 Agustus Peristiwa Rengasdengklok: Titik Balik Ketegangan Golongan Muda dan Tua Menjelang Proklamasi 1945

--indonesia.go.id

Di sana, keduanya ditempatkan di rumah Djiaw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan.

Bagi para pemuda, tujuan “penculikan” ini jelas yakni menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang serta mendesak mereka agar segera memproklamasikan kemerdekaan.

Sementara itu di Jakarta, rapat PPKI gagal dilaksanakan karena absennya Soekarno-Hatta. Menyadari situasi genting, Ahmad Soebardjo menjalin komunikasi dengan golongan muda.

Setelah perundingan intens, tercapai kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan harus dilaksanakan paling lambat 17 Agustus 1945.

Jalan Menuju Proklamasi

Pada malam 16 Agustus, Ahmad Soebardjo menjemput Soekarno dan Hatta dari Rengasdengklok kembali ke Jakarta.

Mereka langsung menuju rumah Laksamana Maeda yang dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi.

Hingga dini hari, Soekarno, Hatta, dan tokoh-tokoh lain merumuskan teks yang kelak menjadi tonggak sejarah bangsa.

Keesokan paginya, Jumat 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di kediaman Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan.

Momen itu menandai lahirnya Republik Indonesia setelah perjalanan panjang penuh perdebatan, ketegangan, dan keberanian.

Makna Rengasdengklok dalam Sejarah Kemerdekaan

Peristiwa Rengasdengklok tidak hanya sekadar “penculikan,” melainkan simbol ketegangan ideologis antara keberanian pemuda yang radikal dan kehati-hatian golongan tua.

Tanpa peristiwa ini, proklamasi mungkin tertunda, bahkan bisa digiring ke arah yang dikehendaki Jepang.

Rengasdengklok menjadi saksi bisu bahwa kemerdekaan Indonesia lahir dari tarik ulur gagasan, perbedaan strategi, dan tekad bulat untuk bebas dari penjajahan.

Sumber: indonesia.go.id