1 tahun disway

Hari Penambangan 6 Desember: Sejarah Tragedi Monongah yang Tewaskan 362 Penambang

Hari Penambangan 6 Desember: Sejarah Tragedi Monongah yang Tewaskan 362 Penambang

Ilusrtri para penambang emas PT Freeport di Papua. -ruangenergi.com--

MALANG, DISWAYLMALANG.ID-- Tanggal 6 Desember juga diperingati sebagai Hari Penambangan Nasional di Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia sendiri memiliki Hari Pertambangan dan Energi, 28 September, sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008.

Dikutip dari laman National Day Calendar, Hari Penambangan Nasional di AS dipilih berdasarkan catatan sejarah kecelakaan tambang besar yang terjadi pada 6 Desember 1907 di Amerika Serikat. Dikenal sebagai Monongah Mining Disaster di Virginia Barat.

Tragedi ini menewaskan 362 penambang dan menjadi salah satu kecelakaan tambang paling mematikan di dunia. Peristiwa tersebut kemudian menjadi simbol penting untuk mendorong peningkatan standar keselamatan kerja di industri pertambangan.

Pada 2009, Kongres AS menetapkan tanggal 6 Desember sebagai Hari Penambang Nasional, sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi para penambang. Sekaligus pengingat atas risiko besar yang mereka hadapi setiap hari.

 

Profesi ini dianggap vital karena menyediakan berbagai mineral dan logam yang menjadi dasar pembangunan infrastruktur, teknologi, energi, dan kebutuhan industri modern lainnya.

Salah satu fokus utama dalam peringatan Hari Penambang Nasional adalah peningkatan standar keselamatan dan kesejahteraan pekerja tambang. Pemerintah, perusahaan tambang, serikat pekerja, dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi para penambang.

Hari Pertambangan dan Energi 

Sementara itu, Hari Pertambangan dan Energi Indonesia setiap tanggal 28 September diperingati untuk mengenang peristiwa pengambilalihan Chisitsu Chosajo (Jawatan Pertambangan dan Geologi) oleh pemuda Indonesia pada 28 September 1945. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah penting dalam pengelolaan sumber daya mineral oleh bangsa sendiri.

Tokoh-tokoh seperti AF Lasut menjadi simbol semangat nasionalisme dan keberanian dalam merebut kemerdekaan ekonomi. Setiap tahun, Kementerian ESDM dan seluruh insan pertambangan serta energi memperingati HUT HPE dengan berbagai kegiatan, seperti ziarah ke makam pahlawan, upacara, dan kegiatan sosial.

Dampak Buruk Pertambangan di Indonesia

Sementara itu, aktivitas pertambangan di Indonesia kerap menimbulkan dampak serius terhadap kerusakan lingkungan. Beberapa tersebut juga mengganggu aktivitas sosial masyarakat setempat. Berikut berbagai kasus pencemaran lingkungan akibat pertambangan di Indonesia.

1. Pencemaran Teluk PT Newmont Minahasa Raya

Di Teluk Buyat, Sulawesi Utara, pada awal 2000-an, pencemaran akibat tailing tambang emas milik PT Newmont Minahasa Raya menyebabkan kasus keracunan logam berat seperti arsenik dan merkuri. Warga mengeluhkan gangguan kulit, masalah saraf, dan munculnya benjolan pada tubuh. Walau pihak perusahaan sempat menyangkal, investigasi independen menunjukkan pencemaran signifikan di sedimen dan biota laut sekitar.

2. Pencemaran Sungai PT Freeport

Di Papua, tambang raksasa PT Freeport Indonesia menghadirkan paradoks besar. Di satu sisi, tambang ini menyumbang devisa dan pajak yang signifikan bagi negara, namun di sisi lain, operasinya menciptakan kerusakan ekologi yang luar biasa. Setiap harinya, perusahaan membuang jutaan ton tailing ke Sungai Ajkwa, yang mengalir melewati hutan-hutan dataran rendah Papua.

Akibatnya, lahan basah dan sungai-sungai menghilang, berganti lumpur tebal yang tidak bisa ditanami. Warga asli suku Kamoro yang hidup berdampingan dengan sungai selama ratusan tahun, kini terdesak dan kehilangan akses terhadap pangan, air bersih, dan wilayah adat.

3. Pencemaran Teluk Weda

Hasil penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako membuktikan Sungai Ake Jira dan Ake Sagea yang berada di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, telah tercemar logam berat. Pengujian terhadap sampel air sungai menunjukkan kadar logam berat di sana. Yaitu kromium dan nikel, melebihi standar Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau US Environmental Protection Agency (USEPA).

Air sungai Ake Jira yang berwarna coklat-oranye mengandung merkuri, nikel, kadmium, dan kromium. Sedangkan sedimennya mengandung nikel, besi, kadmium, kobalt, dan kromium. Warna oranye pada air sungai kemungkinan disebabkan oleh mineral besi. emuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Weda yang selama ini mengandalkan air sungai sebagai sumber air minum.

4. Pencemaran Laut di Raja Ampat

Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan bahwa penambangan nikel di Papua bakal mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat terutama di Raja Ampat.

Padahal Kawasan Raja Ampat memiliki kekayaan alam sebesar 75 persen untuk spesies terumbu karang di dunia, 1.400 jenis ikan-ikan karang, dan 700 invertebrata jenis moluska. Beberapa jenis ikan yang ada di Raja Ampat salah satunya adalah pari manta (Mobula birostris).

5. Pencemaran Laut di Bangka Belitung

 

Sementara di Bangka Belitung, pulau-pulau yang dulunya asri kini berubah menjadi padang rusak akibat penambangan timah, baik legal maupun ilegal. Penambangan darat menyebabkan hutan dan kebun warga tergusur. Sementara aktivitas penambangan laut menghancurkan terumbu karang dan ekosistem pesisir.

Lumpur dan logam berat dari kapal isap menyebar ke seluruh perairan, menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun drastis. Ironisnya, banyak masyarakat yang dulunya bertani dan melaut kini terpaksa menjadi buruh tambang ilegal demi bertahan hidup.

Sumber: national day calendar