Koperasi Merah Putih: Antara Mengejar Efisiensi Bersama dan Merawat Modal Sosial
Presiden Prabowo Subianto dialog bersama sejumlah kepala daerah di Tanah Air melalui konferensi video pada Senin (21/07/2025), untuk meninjau langsung pembentukan dan operasionalisasi Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). --setpres--
BUNG HATTA menyatakan bahwa koperasi merupakan soko guru ekonomi Indonesia yang bisa dimaknai bahwa prinsip-prinisip koperasi yang sarat dengan nilai cita-cita luhur: demokrasi ekonomi, pemerataan, dan solidaritas harus menjadi pedoman dalam menjalankan perkonomian di Indonesia. Namun bila kita telaah sejarah, koperasi mengalami perjalanan penuh pasang surut. Bahkan kita menemui cerita tentang idealisme yang kerap tergelincir dalam praktik.
Pada masa Orde Lama, koperasi sering dijadikan instrumen politik sehingga semangat ekonomi rakyat tertutupi agenda kekuasaan. Pada era Orde Baru, koperasi menjadi perpanjangan birokrasi karena koperasi berdiri atas instruksi, bukan kebutuhan nyata. Banyak koperasi hanya hidup di atas kertas demi memenuhi program pemerintah. Setelah Reformasi, koperasi memperoleh ruang yang lebih bebas. Namun, rendahnya rasa memiliki, lemahnya tata kelola, hingga terjebak dalam formalitas rapat tahunan tanpa kegiatan ekonomi nyata, menjadi tantangan tersendiri. Sejarah ini memberi pelajaran, kegagalan koperasi bukan hanya soal regulasi, tetapi absennya partisipasi kolektif.

Mukhammad Kholid Mawardi, S.Sos., M.A.B., Ph.D --vokasi.ub.ac.id--
Keinginan Presiden Prabowo untuk mendirikan Koperasi Merah Putih (KMP) perlu diapresiasi karena bertujuan membangun kesejahteraan ekonomi melalui demokrasi ekonomi, pemerataan, dan solidaritas sosial. Namun apresiasi itu tidak harus mengelu-elukan dan memuji secara berlebihan kebijakan terebut. Komentar kritis untuk memberikan masukan terhadap implementasi program juga merupakan manifestasi dukungan terhadap program terebut.
Belajar dari beberapa negara yang memiliki cerita sukses perkoperasian seperti Finlandia dan Swedia yang menjadikan koperasi pertanian sebagai pilar ketahanan pangan, atau Jepang dan Korea Selatan yang mampu menata koperasi nelayan dan kredit hingga menopang kesejahteraan lokal, serta Belanda tempat lahirnya Raboo Bank dari koperasi kredit yang tumbuh menjadi institusi global, mampu membangun optimisme dalam membangun KMP. Namun perlu dicatat bahwa kesuksesan negara negara tersebut tidak sekadar lahir dari regulasi negara yang bersifat memaksa, tetapi terdapat faktor kondisi yang perlu diperhatikan, antara lain efisiensi bersama dan modal sosial.
Khalid Nadvi (1999) seorang peneliti dari Manchester University mengungkapkan bahwa efisiensi bersama menjadi dasar pengembangan usahan pada suatu daerah, termasuk di sentra industri pedesaaan. Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa efisiensi bersama dapat berbentuk external economies dan joint action. Ekternalitas ekonomis merupakan keuntungan yang diperoleh pelaku usaha karena adanya kedekatan geografis, jaringan, dan lingkungan usaha yang mendukung. Keberadaan ekternalitas ekonomi akan mendorong munculnya aksi bersama atau aksi kolektif yang dilakukan pelaku usaha secara sadar untuk menekan biaya dan memperbesar peluang pasar. Baik eksternalitas ekonomi maupun aksi bersama akan eksis dan berkelanjutan apabila terdapat modal sosial yang muncul di dalam masyarakat.
Kementerian Koperasi (Kemenkop) menggelar peletakan batu pertama pembangunan fisik 800 gerai, pergudangan, kelengkapan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di Bekasi, Jumat (17 Oktober 202) --disway news network
Dalam kajian akademik, modal sosial diartikan sebagai jaringan kepercayaan (trust), norma, dan hubungan timbal balik yang memungkinkan kerja sama berlangsung lebih efisien. Modal sosial mempercepat aliran informasi, memperkuat solidaritas, dan membangun rasa percaya yang menjadi perekat hubungan bisnis. Di samping itu, modal sosial mampu menjembatani keterbatasan modal finansial, karena solidaritas mampu menggerakkan aksi kolektif yang bernilai ekonomi tinggi.
Berkaca dari konsep tersebut. Maka seyogyanya bila pendirian KMP ingin berhasil maka selauruh pemangku kepentingan (baik pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademis) harus mampu mendorong terciptanya efisiensi bersama. Efisiensi bersama bisa dibentuk dalam bentuk kemanfaatan ekonomis pada masyarakat sekitar KMP, baik pada level desa maupun kelurahan.
KMP harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi lokal dan penciptaan wirausahawan lokal dalam bentuk aktivitas bisnis yang memberikan manfaat kepada masyarakat, khususnya anggota KMP. KMP harus menggunakan model bisnis yang berbeda dengan pelaku usaha yang ada sehingga mampu menawarkan uniqueness atau diferensiasi usaha.

Presiden Prabowo Subianto saat meresmikan kelembagaan 80 ribu Kopdes Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, 21 Juli 2025. Program ini menjadi langkah nyata pemerataan ekonomi dari desa, sejalan dengan visi Asta Cita untuk mewujudkan kemerdekaan sejati bagi r--disway news network
Kalangan akademis tentu saja harus berkontribusi pada kegiatan desain model bisnis KMP sehingga pengurus KMP mampu mengimplementasi ide-ide bisnis kreatif pada lini usaha. Di samping itu mekanisme kolaborasi sebagai manifestasi joint action harus menjadi tradisi dalam melakukan inisiasi-inisiasi pembentukan KMP. Triple helix, yang menungkinkan pemerintah, masyarakat, dan kalanagan akademis di kampus berinteraksi dalam curah pendapat atau kerja kolaboratif akan mampu mengakselerasi pendirian KMP.
Karaktersitik masyrakat kita yang memiliki ikatan sosial yang erat dan sarat dengan modal sosial harus menjadi landasan kolaborasi. Dalam koperasi, modal sosial adalah “aset tak kasat mata” yang mendorong anggota rela berkontribusi bukan hanya demi keuntungan pribadi, tetapi juga kesejahteraan bersama. Melihat fenomena modal sosial, nampaknya pemerintah perlu memanfaatkan modal sosial masyarakat sebagai fondasi pengembangan koperasi melalui identifikasi dan penguatan komunitas berbasis kepercayaan dan merawat kearifan lokal dengan cara mendukung nilai-nilai kaerifan lokal.
KMP hanya akan tegak jika dibangun di atas collective efficiency dan modal sosial. Sejarah menunjukkan bahwa koperasi rapuh jika hanya menjadi proyek negara. Dunia memberi teladan bahwa koperasi bisa besar bila berangkat dari partisipasi anggota. Indonesia punya modal sosial yang kaya; tantangannya adalah bagaimana mengelolanya. Dengan strategi pemerintah yang tepat —menghargai, memperkuat, dan memfasilitasi modal sosial— koperasi bisa kembali menjadi “soko guru perekonomian” yang nyata. Koperasi Merah Putih harus lahir bukan dari instruksi, tetapi dari kepercayaan dan tindakan kolektif yang hidup dalam keseharian rakyat Indonesia.
* Penulis adalah Dekan Fakultas Vokasi, Universitas Brawjaya
Sumber:
