Pamornya Mendunia, Petani Kopi Malang Dongkrak Kebanggaan Nusantara Lewat Kopi Taji dan Varietas Lokal
Kedai kopi taji lereng gunung bromo-Bintang Nirtara-Google Maps
MALANGRAYA, DISWAYMALANG.ID--Petani kopi di Malang Raya semakin mencuri perhatian di tingkat nasional. Ini seiring meningkatnya permintaan ekspor dan berkembangnya kedai kopi serta roastery lokal yang mengolah biji kopi hasil tanamannya sendiri.
Dari Ngantang, Dampit, Taji, hingga Malang Selatan, para petani kini bukan sekadar pemasok biji mentah. Tetapi telah menjadi pelaku industri hulu-hilir. Memanen, memproses pasca panen, menyangrai, menggiling. Hingga, memasarkan kopi mereka dalam bentuk seduhan panas, biji sangrai, maupun bubuk kemasan.
Meskipun produksi lokal baru mencapai sekitar 15 ribu ton, Kabupaten Malang mencatat permintaan ekspor kopi hingga 45 ribu ton, Permintaan tinggi ini menunjukkan kuatnya brand “Kopi Malang” sebagai identitas regional yang sudah menembus pasar nasional hingga internasional.
Kopi Taji dari Lereng Bromo
Salah satu ikon kopi paling terkenal dari Malang adalah Kopi Taji dari Desa Taji, Kecamatan Jabung. Dibudidayakan di lereng Gunung Bromo, kopi ini diproses secara organik dan dikelola langsung oleh petani lokal. Desa Taji bahkan mengembangkan wisata edukasi kopi, mulai dari petik cherry, fermentasi, hingga roasting bersama petani.
Di wilayah Malang Selatan seperti Desa Argotirto, Sumbermanjing Wetan, program pendampingan dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berhasil mendorong petani untuk melakukan penyortiran dan penyangraian sendiri. Dengan metode ini, nilai jual kopi meningkat karena petani tak lagi menjual green bean mentah.
BACA JUGA:9 Fakta Kopi yang Bisa Jadi Bahan Obrolan Saat Nongkrong
Tantangan Petani: Harga Rendah hingga Adaptasi Arabika
Meski sektor kopi Malang berkembang pesat, tantangan nyata tetap ada. Di Kecamatan Dampit, harga green bean sempat turun menjadi Rp22.500–23.000 per kilogram. Membuat sebagian petani memilih menahan stok daripada menjual ke pabrik dengan harga rendah.
Beberapa petani juga diarahkan beralih ke kopi Arabika, karena nilai pasarnya lebih stabil. Namun, keterbatasan lahan dataran tinggi membuat tidak semua wilayah cocok untuk budidaya Arabika secara optimal. Universitas dan lembaga pendampingan terus membantu petani meningkatkan standar pascapanen. Mulai dari fermentasi terkontrol, honey process, hingga pengemasan modern. Program lain juga melatih petani membuat produk turunan seperti cascara yang merupakan teh yang terbuat dari kulit buah kopi yang dikeringkan dan kopi wine untuk menambah nilai ekonomi.
BACA JUGA:Rekomendasi 9 Kafe Indoor Bernuansa Alam untuk Menikmati After-Rain Vibes di Malang Raya
Roastery Lokal Malang yang Mengangkat Nama Petani
Selain petani, roastery dan kedai kopi lokal menjadi penggerak utama melambungkan nama kopi Malang. Berikut tiga contoh roastery/UMKM kopi berbasis petani yang kini makin dikenal:
1. Kopi Taji Roastery — Jabung, Malang
Mengolah biji sendiri dari petani setempat, menjual beans, bubuk, hingga seduhan sendiri. Mereka juga memiliki coffe shop yang menyuguihkan hasil kopi mereka dan menyuguhkan pemandangan lereng gunung dan hamparan kebun kopi. Mereka juga menyelenggarakan edukasi kopi untuk wisatawan.
2. Petani Kopi Argotirto — Sumbermanjing Wetan
Sumber: malangkab.go.id
