"Alarm Lingkungan!" Pemprov DKI Tanggapi BRIN soal Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik
Ilustrasi hujan. BRIN menemukan air hujan di wilayah Jakarta mengandung mikroplastik. -canva---
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID--Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan air hujan di wilayah Jakarta mengandung mikroplastik. Merespons temuan tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menilai ini sebagai alarm lingkungan.
Hal ini menjadi pengingat penting bahwa tantangan polusi plastik kini telah menjangkau atmosfer dan memerlukan upaya bersama lintas sektor.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pihaknya tengah memperkuat program pengendalian sampah plastik dari hulu hingga hilir, termasuk pemantauan kualitas udara dan air hujan secara terpadu.
“Kami memandang temuan BRIN ini sebagai alarm lingkungan yang perlu direspons cepat dan kolaboratif. Polusi plastik kini bukan hanya urusan laut atau sungai, tetapi sudah sampai di langit Jakarta,” ujar Asep dalam keterangannya pada Minggu, 19 Oktober 2025.
Menurut Asep, Pemprov DKI selama ini telah menjalankan sejumlah kebijakan untuk menekan timbulan sampah plastik sekali pakai.
Kebijakan tersebut di antaranya melalui Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan, serta perluasan program Jakstrada Persampahan yang menargetkan 30 persen pengurangan sampah dari sumbernya.
Selain itu, DKI juga terus memperluas bank sampah, TPS 3R, dan inisiatif daur ulang berbasis komunitas agar limbah plastik tidak lagi berakhir di lingkungan terbuka.
"Upaya pengurangan plastik harus dilakukan dari sumbernya mulai dari rumah tangga, industri, hingga sektor jasa. Setiap orang punya peran,” tambahnya.
DLH DKI saat ini tengah berkoordinasi dengan BRIN untuk memperluas pemantauan mikroplastik dalam udara dan air hujan sebagai bagian dari sistem Jakarta Environmental Data Integration (JEDI), platform pemantauan kualitas lingkungan berbasis data.
Hasil pengukuran ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan yang lebih kuat dalam pengendalian polusi plastik di udara.
Lebih lanjut, Pemprov DKI akan memperkuat kampanye publik bertajuk “Jakarta Tanpa Plastik di Langit dan Bumi” guna mengajak masyarakat mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan.
"Langit Jakarta sedang mengingatkan kita untuk lebih bijak mengelola bumi. Perubahan perilaku adalah kunci,” ujar Asep.
Pemprov DKI selanjutnya mengajak dunia usaha, lembaga riset, dan komunitas lingkungan untuk bersama memperkuat aksi nyata pengurangan plastik dan inovasi daur ulang.
"Kami terbuka untuk kolaborasi riset, teknologi filtrasi, hingga pengembangan produk ramah lingkungan. Upaya menjaga langit bersih dari mikroplastik adalah tanggung jawab bersama,” tutur Asep.
Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali, menegaskan, Pemprov DKI sangat responsif terhadap berbagai hasil riset yang menyoroti kualitas lingkungan, termasuk air, udara, dan tanah.
Menurutnya, pemerintah daerah aktif mengendalikan penggunaan plastik berkualitas rendah yang umumnya dihasilkan dari proses daur ulang sederhana.
Jenis plastik ini banyak dipakai masyarakat, mulai dari pasar tradisional, warung, hingga pedagang kaki lima.
Menurutnya plastik jenis ini memang mudah terurai, yang sekilas tampak baik bagi lingkungan. Namun, justru berkontribusi besar terhadap peningkatan mikroplastik di alam.
"Kita tidak anti terhadap plastik, karena plastik sudah menjadi bagian dari peradaban modern. Yang kita tolak adalah plastik yang mencemari lingkungan,” ucap Firdaus.
Sudah sejak 2022
Sebelumnya, peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova mengatakan, penelitian lembaganya sejak 2022 menunjukkan keberadaan mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.
“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” kata Reza melalui keterangan tertulis pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Reza menjelaskan, mikroplastik ini umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Peneliti menemukan rata-rata 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.
“Siklus plastik tidak berhenti di laut, tapi naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” tutur Reza.
Lebih Halus dari Debu
Temuan BRIN, kata dia, menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil. Lantaran lebih halus dari debu biasa, partikel ini mudah terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
Plastik juga mengandung bahan aditif beracun, seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat, yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Di udara, menurut Reza, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain, seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan. “Yang beracun bukan air hujannya, melainkan partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” ujarnya.
Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menimbulkan dampak kesehatan serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Dari sisi lingkungan, air hujan yang mengandung mikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, yang akhirnya masuk ke rantai makanan.
Reza menilai gaya hidup urban modern menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya mikroplastik di atmosfer. Dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan kendaraan lebih dari 20 juta unit, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari.
“Sampah plastik sekali pakai masih banyak dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” ucapnya.
Sumber: disway news network
