6 Mei, International No Diet Day: Kalori Tak Selamanya Buruk Kok!
Hari Anti Diet Sedunia - Yuk Berdamai Dengan Kalori!-Illustration Inspiration Sketches-
MALANG, DISWAYMALANG.ID -- Setiap tanggal 6 Mei, dunia memperingati International No Diet Day. Sebuah hari yang mengajak kita untuk berhenti sejenak sekaligus menentang obsesi terhadap timbangan dan mulai berdamai dengan tubuh sendiri.
Di tengah masyarakat yang makin gencar mempromosikan tubuh ideal lewat media sosial dan tren diet ekstrem, peringatan ini menjadi pengingat: bahwa tubuh sehat tak melulu soal membatasi kalori.
Bukan berarti kita harus lepas kendali dan makan sembarangan, ya. Tapi pesan utamanya adalah soal penerimaan diri dan memahami bahwa kalori—yang selama ini jadi musuh bebuyutan para pelaku diet—sebenarnya tidak seburuk itu.
1. Kalori adalah Energi, Bukan Musuh
Dalam jurnal Frontiers in Physiology (2021), disebutkan bahwa kalori merupakan satuan energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan semua fungsi vital, mulai dari bernapas, memompa jantung, hingga berpikir. Kalori bukan hanya untuk aktivitas berat, tetapi juga untuk tugas-tugas kecil seperti menjaga suhu tubuh dan mempertahankan sistem kekebalan. Artinya, tanpa kalori yang cukup, tubuh kita akan kesulitan melakukan fungsi-fungsi mendasar untuk bertahan hidup.
Sayangnya, dalam budaya populer, kalori sering disalahpahami sebagai "penyebab kegemukan". Padahal, kegemukan lebih berkaitan dengan ketidakseimbangan energi: jumlah kalori yang dikonsumsi melebihi kalori yang dibakar. Namun, kalori sendiri tidak jahat. Tanpa kalori, kita tidak bisa bekerja, berpikir jernih, atau bahkan bangun dari tempat tidur. Maka dari itu, penting untuk mengubah persepsi kita: kalori adalah teman yang perlu dikenali, bukan musuh yang harus dihindari.
2. Diet Rendah Kalori Bisa Picu Gangguan Hormonal
Sebuah studi dari Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism (2020) menjelaskan bahwa pembatasan kalori secara ekstrem dapat menyebabkan gangguan produksi hormon tiroid, hormon stres seperti kortisol, dan hormon reproduksi seperti estrogen dan testosteron. Penurunan berat badan drastis bisa membuat tubuh menganggap dirinya dalam kondisi kelaparan, sehingga mengaktifkan mode "survival" dan mulai mengorbankan fungsi-fungsi yang dianggap tidak esensial, seperti menstruasi atau libido.
Efeknya tidak hanya jangka pendek. Dalam kasus ekstrem, kekurangan kalori kronis bisa menyebabkan amenorea (berhentinya menstruasi) dan gangguan kesuburan. Ini membuktikan bahwa pola makan yang terlalu ketat (diet) justru merusak sistem hormonal tubuh, yang seharusnya menjadi penopang kesehatan secara keseluruhan.
3. Kalori yang Cukup Meningkatkan Kesehatan Mental
Kalori tidak hanya penting untuk tubuh, tapi juga untuk otak. Dalam Nutrients (2022), ditemukan bahwa individu yang mengalami pembatasan kalori ketat cenderung mengalami gangguan suasana hati, seperti depresi, kecemasan, dan iritabilitas. Mengapa demikian? Karena otak membutuhkan glukosa sebagai sumber energi utama, dan kekurangan energi ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin.
Tanpa asupan kalori yang cukup, tubuh akan memproduksi lebih banyak kortisol, hormon stres, yang bisa memperburuk kondisi mental. Hal ini juga berpengaruh pada keinginan untuk makan berlebihan atau binge eating, terutama saat emosi tidak stabil.
4. Kalori Mempengaruhi Kualitas Tidur
Orang yang makan dengan asupan kalori cukup (dalam batas wajar) cenderung memiliki kualitas tidur yang lebih baik. Tubuh yang mendapatkan cukup energi akan lebih mudah memasuki fase tidur dalam (deep sleep), yaitu fase tidur yang sangat penting untuk pemulihan fisik dan mental. Sebaliknya, kekurangan kalori justru membuat otak tetap aktif di malam hari karena tubuh merasa terancam atau "kelaparan".
Sumber: frontiers in physiology
