Produk yang Membentuk Gaya Hidup Publik Indonesia 2025: Dari Media Sosial hingga Kopi Harian
--iStockphoto
Cemilan gurih berada di posisi keempat dengan 18 persen, disusul teh manis dan boba sebesar 13 persen.
Kedua produk ini identik dengan momen santai, hiburan kecil di sela rutinitas, atau sekadar menemani waktu berkumpul bersama teman.
Meski terkesan sederhana, cemilan dan minuman manis memainkan peran emosional yang signifikan.
Mereka memberi rasa nyaman, menjadi bentuk reward kecil setelah hari yang melelahkan.
Apakah Publik Pernah Mencoba Melepaskan Diri?
Meski produk-produk tersebut begitu melekat, survei Snapcart juga menyoroti bagaimana publik menyikapinya.
Dari 711 responden, 51 persen mengaku pernah mencoba berhenti menggunakan salah satu produk, namun pada akhirnya kembali lagi.
Ini menunjukkan adanya pola habit forming yang kuat, di mana produk sudah tertanam dalam keseharian dan sulit digantikan.
Sebaliknya, 27 persen responden tidak pernah merasa perlu berhenti, karena menganggap produk tersebut bagian alami dari hidup mereka.
Menariknya, ada 19 persen yang berhasil benar-benar melepaskan diri, membuktikan bahwa kebiasaan ini bukanlah kebutuhan mutlak.
Sementara itu, 4 persen sisanya enggan mencoba berhenti karena takut gagal, merasa usaha tersebut hanya akan sia-sia.
Lebih dari sekadar angka, survei ini merefleksikan bagaimana masyarakat Indonesia 2025 membentuk identitas melalui produk.
Media sosial bukan hanya sarana komunikasi, melainkan ruang hidup. Kopi bukan sekadar minuman, melainkan bagian dari produktivitas. Skincare bukan cuma kosmetik, tapi simbol perawatan diri.
Dengan kata lain, lima kategori produk ini bukan hanya barang konsumsi, melainkan cermin dari kebutuhan emosional, sosial, dan psikologis masyarakat di era modern.
Sumber: snapchart
