KPK Panggil Anggota DPRD Kota Mojokerto Rufis Bahrudin dalam Kasus Kuota Haji

Senin 13-10-2025,13:44 WIB
Reporter : Mohammad Khakim
Editor : Mohammad Khakim

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan Mayor Infanteri (Purn) Rufis Bahrudin, anggota DPRD Kota Mojokerto sekaligus Dirut PT Sahara Dzumirra International. Saksi lain yang diperiksa KPK pada hari ini, Senin (13/10), yakni Wakil Manager PT Sahara Dzumirra International Feriawan Nur Rohmadi. Keduanya diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji di Kementerian Agama pada 2023-2024.

"Pemeriksaan akan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya pada Senin, 13 Oktober 2025.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keduanya hadir dalam pemeriksaan hari ini. Mereka sama-sama hadir sekitar pukul 09.34 WIB.

Hingga kini, masih melakukan perhitungan kerugian negara terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) masih dihitung.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengeluarkan Surat Keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri untuk Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan Fuad Hasan Masyhur.

KPK juga sudah menggeledah sejumlah tempat seperti rumah kediaman Yaqut di Condet, Jakarta Timur, kantor agen perjalanan haji dan umrah di Jakarta, rumah ASN Kementerian Agama di Depok, hingga ruang Ditjen PHU Kementerian Agama.

Banyak barang bukti diduga terkait perkara disita. Di antaranya dokumen, Barang Bukti Elektronik (BBE), hingga kendaraan roda empat dan properti.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, dijelaskan bahwa pembagian kuota haji seharusnya 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.

Apabila ada kuota haji berapa pun itu, pembagiannya yakni, Kuota Reguler 92 persen dan Kuota Khusus 8 Persen.

Dengan tambahan kuota haji menjadi 20.000,seharusnya pembagiannya ialah 1.600 untuk kuota haji khusus dan 18.400 untuk kuota haji reguler.

Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus.

Untuk kerugian negara dalam kasus ini, KPK masih terus melakukan penelusuran dan diduga angkanya lebih dari Rp 1 Triliun.

Dalam perhitungan kerugian negara, KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).," pungkasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait