JAKARTA, MALANGDISWAY.ID – Kuasa hukum mantan Direktur Utama PT ASABRI (Persero) Adam Damiri mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan hukum yang menjerat kliennya dalam kasus dugaan korupsi ASABRI. Dalam permohonan yang akan diajukan pada 16 Oktober 2025 nanti, tim hukum membawa sejumlah bukti baru atau novum yang diklaim menguatkan bahwa Adam Damiri tidak bersalah.
"Dalam PK nanti, kami membawa bukti berupa Laporan Keuangan tahun 2011–2015 yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik (KAP) dan disahkan BPK," ujar kuasa hukum Adam Damiri, Deolipa Yumara, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Menurut Deolipa, pada masa kepemimpinan Adam Damiri (2012–2016), ASABRI mencatat peningkatan signifikan dari sisi pendapatan dan keuntungan. "Pendapatan ASABRI meningkat signifikan dari Rp1,56 triliun (2011) menjadi Rp4,16 triliun (2015). Keuntungan setelah pajak naik dari Rp76,4 miliar (2011) menjadi Rp346,7 miliar (2015)," katanya.
Tak hanya itu, negara juga disebut menerima dividen dari ASABRI setiap tahun selama periode tersebut. "Negara menerima dividen setiap tahun dalam jumlah ratusan miliar rupiah. Dividen tersebut disetorkan langsung ke Kas Negara melalui Kementerian BUMN pada tahun buku bersangkutan, di masa kepemimpinan Adam Damiri," jelasnya.
Tim hukum juga menekankan bahwa selama menjabat, laporan keuangan ASABRI selalu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan tidak pernah ditemukan indikasi penyalahgunaan keuangan.
Kerugian Diklaim Muncul setelah Kepemimpinan Adam Damiri
"Kerugian yang kini dijadikan dasar penuntutan justru baru muncul setelah kepemimpinan Adam Damiri berakhir," terang Deolipa.
Sebagai bagian dari novum, tim hukum menyertakan data mutasi rekening yang menunjukkan tidak ada aliran dana dari ASABRI ke rekening pribadi Adam Damiri atau keluarganya. Bahkan, penerimaan dana yang menjadi dasar penetapan uang pengganti disebut berasal dari pengembalian utang pribadi.
"Transaksi yang tercatat pada tahun 2017, 2018, dan 2020 murni pengembalian hutang pribadi dari Hardjani Prem Ramchand dan Sutedi Alwan Anis, bukan dana ASABRI dan bukan hasil transaksi saham milik ASABRI," ujarnya.
Namun, tim hukum menyayangkan sikap jaksa dan hakim yang disebut tetap menghitung dana tersebut sebagai keuntungan pribadi.
"Namun anehnya, penerimaan itu justru oleh hakim dan jaksa dihitung seolah-olah keuntungan pribadi yang memperkaya diri sendiri, lalu dijadikan dasar penetapan uang pengganti. Padahal, pengembalian tersebut terjadi setelah Adam Damiri pensiun," paparnya.
Lebih lanjut, Deolipa juga mengungkap kejanggalan lain terkait saham dan reksadana milik ASABRI.
"Saham dan reksadana yang sebagian dibeli pada masa Adam Damiri masih utuh tersimpan di ASABRI dan hingga kini masih ditransaksikan serta memberi keuntungan. Ironisnya, setelah ditelusuri, justru pihak yang menjual dan membeli saham tersebut adalah oknum di Kejaksaan Muda Tindak Pidana Khusus," terangnya.
Semua Fakta Diklaim Dukung Adam Damiri Tak Layak Dipidana
Deolipa menegaskan bahwa semua fakta yang ditemukan mendukung bahwa Adam Damiri tidak layak dihukum. "Kami tegaskan sekali lagi: novum laporan keuangan, risalah RUPS, dan bukti tambahan terkait rekening, saham, serta dividen adalah bukti kuat bahwa klien kami tidak layak dipidana," tutupnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT ASABRI periode 2012-2016, Adam Rachmat Damiri berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) usai divonis 16 tahun dalam tingkat kasasi atas kasus korupsi pengelolaan dana di PT ASABRI.
Kuasa Hukum Adam Damiri, Deolipa Yumara mengatakan, alasan pengajuan PK itu lantaran pihaknya menemukan bukti baru atau novum dalam perkara yang menjerat kliennya tersebut.
Nilai Majelis Hakim Keliru Putuskan Perkara
Salah satu bukti baru dijelaskan Deolipa yakni adanya kekeliruan majelis hakim dalam memutus perkara korupsi ASABRI tersebut.
"Majelis hakim secara keliru mengambil keputusan yang sifatnya kumulatif atau dasarnya tidak kuat yang diputuskan kemudian dijatuhkan kepada seorang Adam Damiri," kata Deolipa dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Rabu 1 Oktober 2025.
Kekeliruan itu menurut Deolipa, lantaran hakim dalam memutus perkara menggabungkan kerugian keuangan negara yang terjadi di PT Asabri dalam dua periode yang berbeda.
Dalam periode 2010 hingga 2020 kata Deolipa terdapat dua jabatan Direktur Utama berbeda yakni Adam Damiri di periode 2012-2016 dan Sonny Widjaja periode 2016-2020.
Adapun dalam putusannya, majelis hakim sebelumnya menyatakan Adam Damiri telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 22,78 triliun.
“Total loss Rp 22,78 triliun seakan-akan semua dibebankan ke Adam Damiri. Padahal, di masa kepemimpinan beliau hanya sekitar Rp 2,6 triliun (yang dianggap kurugian) dan sahamnya masih ada. Ini dzalim, apalagi klien kami sudah berusia 76 tahun,” katanya.
"Ditambah sahamnya masih ada dan masih untung pas dijual," ucap Deolipa menambahkan.
Atas keadaan ini, lanjut Deolipa, yang menjadi alasan pihaknya dalam mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Karena menurut dia, hakim telah khilaf dalam memeriksa hingga memutus perkara yang menjerat kliennya tersebut.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung tanggal 29 Agustus 2025, nama-nama yang disebut sebagai pelaku utama justru adalah Ilham Wardana Siregar (Kepala Divisi Investasi 2012–2019, almarhum), Sony Wijaya (Dirut 2016–2020), dan Hari Setianto (Direktur Investasi dan Keuangan 2014–2019).
Deolipa menegaskan, perjuangan hukum ini bukan hanya untuk membela Adam Damiri, tetapi juga untuk memperbaiki kekeliruan hukum yang berpotensi menjadi preseden buruk.
"Kita sepakat bahwa korupsi harus diberantas. Tapi berantaslah yang benar-benar koruptor, bukan orang yang dalam faktanya bukan koruptor," katanya.