Bu Muslika tidak memiliki anak. Ia dititipkan oleh kakaknya dari Malang karena kondisi kesehatannya yang mulai menurun. Kadang-kadang ia ingat rumah lamanya di Mondoroko, Kecamatan Singosari.
Kadang-kadang ia bercerita tentang perumahan barunya. Lain waktu ia menyebut mantan muridnya yang dulu meminta les matematika untuk anak-anak mereka.
Ingatan-ingatan itu muncul seperti potongan puzzle: tidak utuh, tetapi tetap menyimpan kehangatan.
Saat wawancara berakhir, Bu Muslika tersenyum dan mengucap, “Terima kasih ya sudah tanya-tanya…”
Namun sebenarnya, kitalah yang berterima kasih karena telah diberi kesempatan melihat satu hal yang menakjubkan. Betapa ilmu, ketulusan, dan semangat seorang guru sering tetap tinggal meski ingatan perlahan-lahan memudar.