KOTA MALANG, DISWAYMALANG.ID--Di balik gemerlap panggung Grand Final Duta Budaya Kota Malang 2025 di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Selasa (2/12) malam, terselip kisah-kisah pribadi yang penuh perjuangan, keraguan, hingga tekad kuat untuk mencintai dan menjaga budaya. Ajang yang digelar diiringi berbagai penampilan seni tradisionl itu bukan hanya menjadi seremoni pemilihan wakil budaya. Tetapi menjadi ruang pengakuan atas perjalanan panjang para finalis yang telah ditempa sejak masa prakarantina.
Suasana semakin menghangat ketika diumumkan dua pemenang utama: Puspa Gifta Syakhira Inaca Putri sebagai Winner Duta Budaya Putri, dan Pandu Saputra Dwinanda sebagai Winner Duta Budaya Putra. Keduanya bukan sekadar menjuarai kompetisi, tetapi juga menunjukkan bagaimana kecintaan pada budaya dapat menjadi identitas yang tumbuh bersama perjalanan hidup.
Gifta: Dari Kurang Percaya Diri ke Panggung Kehormatan
Puspa Gifta Syakhira Inaca P. saat sesi tanya jawab pada grand final Duta Budaya Kota Malang 2025 yang berlangsung pada Selasa, 2 Desember 2025 di Taman Krida Budaya Jawa Timur. -Martinus Ikrar Raditya/diswaymalang.id
Bagi Puspa Gifta Syakhira Inaca P, pemenang putri Duta Budaya Kota Malang 2025, perjalanan menuju panggung kemenangan bukanlah sesuatu yang ia bayangkan. Bahkan, ia sempat tak percaya diri untuk mendaftar.
“Sebenarnya saya ikut ini tuh akhir-akhir sendiri, karena saya tuh kayak nggak yakin sama diri saya sendiri,” ujarnya jujur kepada Disway Malang.
Namun kecintaannya pada tari tradisional sejak Taman Kanak Kanak membuatnya bertahan dalam proses panjang mulai dari technical meeting, prakarantina, hingga latihan berlapis, tari pakem, public speaking, dan latihan intens Festival Singhasari.
Dalam tiga hari karantina penuh materi dan outbound, ia baru menyadari bahwa panggung budaya bukan hanya soal tampil. Tetapi juga merawat warisan yang kerap dianggap usang.
“Saya ingin menjaga, melestarikan dan merawat budaya Indonesia agar tetap relevan di era globalisasi. Banyak yang bilang budaya itu kuno. Padahal kita bisa bikin tren baru tanpa menghilangkan nilainya,” kata Gifta.
Ketika namanya diumumkan sebagai juara, ia hanya bisa terdiam. Harapannya sederhana, masuk top 5 pun ia merasa sudah cukup untuk bisa melestarikan budaya. “Saya nggak pernah berharap jadi winner. Tapi ternyata saya diberikan amanah ini, berarti ini sudah menjadi tanggung jawabku untuk menjaga budaya ini,” tuturnya.
Sebagai rencana satu tahun ke depan, Givita membawa advokasi “Mbois Bareng Gifta”, sebuah program edukasi budaya yang ia sebarkan melalui media sosial agar lebih dekat dengan generasi muda.
Pandu: Menari sejak Kecil, Menyuarakan Budaya Lewat Gerak
Pandu Saputra Dwinanda (ke empat dari kiri) sebagai pemenang duta budaya kota malang 2025-Martinus Ikrar Raditya-Disway Malang
Berbeda namun senada, Pandu Saputra Dwinanda, winner putra Duta Budaya Kota Malang 2025, datang dengan bekal yang tak kalah kaya. Lahir dari lingkungan seni sejak TK, ia tumbuh di Padepokan Seni Topeng Asmorobangun, tempat ia terus mempertahankan identitas Malang melalui tari.
Dari mengikuti gebyak, festival, hingga pentas internasional di Turen, Pandu mengaku selalu membawa satu semangat: budaya harus dikenalkan oleh mereka yang hidup di dalamnya.
Persiapannya menjelang grand final penuh detail, mulai dari foto, advokasi, materi wawancara, hingga mengulang berkas prestasi. Talenta yang ia tampilkan pun bukan tarian sembarangan. Ia memilih Tari Gurawongso, sosok liar anak Panji Asmorobangun yang identik dengan sifat ugal-ugalan. Namun Pandu justru membawa sisi positifnya.