1 tahun disway

11 September Hari Radio Nasional: Jejak Suara yang Membentuk Kesadaran Kolektif Bangsa Indonesia

11 September Hari Radio Nasional: Jejak Suara yang Membentuk Kesadaran Kolektif Bangsa Indonesia

Ilustrasi mendengarkan radio--iStockphoto

MALANG, DISWAYMALANG.ID-- Sebelum televisi, media sosial, dan internet meramaikan ruang komunikasi, suara adalah satu-satunya kekuatan yang mampu menembus batas jarak dan ruang.

Radio menjadi medium penting, bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai alat perjuangan.

Dari gelombang udara, pesan kebangsaan disiarkan, semangat kemerdekaan disebarkan, dan rakyat Indonesia dipersatukan dalam satu frekuensi.

Setiap tanggal 11 September, bangsa Indonesia memperingati Hari Radio Nasional. Tanggal ini bukan sekadar simbol, melainkan momen bersejarah ketika Radio Republik Indonesia (RRI) berdiri pada tahun 1945 sebuah tonggak yang menandai lahirnya suara resmi kemerdekaan.

Dari Hoso Kyoku ke Radio Republik Indonesia

Sejarah ini bermula ketika Hoso Kyoku, stasiun radio milik pemerintah Jepang, berhenti beroperasi pada 19 Agustus 1945 hanya dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berhentinya siaran itu meninggalkan kekosongan informasi bagi rakyat.

Saat itu, masyarakat tidak tahu langkah apa yang harus diambil, sementara kabar dari radio luar negeri menyebutkan bahwa pasukan Sekutu akan segera mendarat di Jawa dan Sumatera.

Kekosongan informasi inilah yang memantik inisiatif. Mantan pegawai Hoso Kyoku, bersama sejumlah tokoh bangsa, menyadari betapa radio memiliki daya pengaruh besar.

Suara dapat menjadi alat perjuangan seperti cepat, masif, dan mampu menjangkau rakyat meskipun di tengah medan pertempuran.

Pertemuan Bersejarah di Penjambon

Pada 11 September 1945, delapan tokoh radio berkumpul di bekas gedung Raad van Indië, Penjambon, Jakarta.

Mereka adalah Dr. Abdulrachman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarrdi, Sudomarmato, Harto, dan Maladi.

Pertemuan itu penuh ketegangan, sebab situasi Indonesia masih rawan dan kedatangan Sekutu tinggal menghitung hari.

Dalam forum itu, Dr. Abdulrachman Saleh tampil sebagai pemimpin. Ia menegaskan perlunya sebuah lembaga radio nasional yang bisa menjadi corong pemerintah dan rakyat. Radio bukan sekadar alat, melainkan senjata komunikasi yang bisa menguatkan persatuan.

Keputusan akhir dari pertemuan ini merumuskan tiga poin penting:

  • Membentuk Persatuan Radio Republik Indonesia yang akan melanjutkan siaran dari delapan stasiun radio di Jawa.
  • Menyerahkan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RI sebagai media komunikasi resmi dengan rakyat.
  • Menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai penghubung utama antara RRI dan pemerintah.

Meskipun ada perdebatan, pemerintah akhirnya menyetujui gagasan itu. Sejak saat itulah, sejarah radio Indonesia memasuki babak baru.

Lahirnya Radio Republik Indonesia

Sumber: rri