Mulai Maret 2026, Anak 13-16 Tahun Dibatasi Main Medsos, PGRI: Jangan Sekadar Dilarang
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof. Dr. Unifah Rosyidi menanggapi wacana pemerintah terkait pembatasan penggunaan media sosial bagi anak usia 13–16 tahun.--Youtube PGRI--
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Dr Unifah Rosyidi menanggapi wacana pemerintah terkait pembatasan penggunaan media sosial bagi anak usia 13–16 tahun.
PGRI mengapresiasi niat baik pemerintah dalam melindungi anak. "Jadi, kita itu memberi apresiasi niatnya itu baik," kata Unifah saat dihubungi, Minggu, 14 Desember 2025.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan pembatasan usia anak untuk membuat akun media sosial. Aturan ini berlaku untuk anak usia 13 sampai 16 tahun sesuai tingkat risiko setiap platform. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyampaikan penerapan aturan ditargetkan berjalan pada Maret 2026.
Unirah menegaskan, kebijakan tersebut tidak boleh hanya berbentuk larangan semata. Dia menilai, pembatasan harus dilakukan secara bijak dan disertai aturan yang jelas.
Menurutnya, pemerintah sendiri tengah mendorong digitalisasi pendidikan, salah satunya melalui pengadaan smartboard di sekolah-sekolah. Hal itu juga melibatkan penggunaan gawai dan perangkat digital dalam proses pembelajaran.
“Artinya jangan sekadar melarang. Yang paling penting adalah pembatasan yang ketat, disertai kesepakatan dengan orang tua,” ujar Unifah.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat aturan penggunaan gawai di sekolah melalui standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.
Dalam proses pembelajaran yang tidak memerlukan media digital, siswa diharapkan tidak menggunakan ponsel.
Namun, penggunaan gawai tetap harus diperbolehkan saat dibutuhkan untuk pembelajaran digital yang diarahkan oleh guru.
Selain itu, kata dia, PGRI juga menilai penggunaan ponsel tetap perlu dibuka dalam kondisi darurat, seperti ketika terjadi kecelakaan atau situasi mendesak lainnya yang memerlukan komunikasi cepat.
“Harus ada SOP yang mengatur boleh dan tidak bolehnya penggunaan gawai. Kapan boleh dipakai untuk pembelajaran digital, dan kapan harus dibatasi,” jelasnya.
Unifah mengingatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap akses aplikasi dan internet saat penggunaan gawai diizinkan.
Hal ini untuk mencegah siswa mengakses konten yang tidak relevan atau tidak pantas selama jam belajar.
Unifah menegaskan bahwa kebijakan pembatasan media sosial bagi anak harus disertai regulasi teknis yang jelas, pengawasan yang ketat, serta kerja sama antara sekolah dan orang tua, agar tujuan perlindungan anak dan kualitas pendidikan dapat berjalan beriringan.
"Kalau ada, ada keperluan-keperluan emergency. Misalnya anak kecelakaan, ada tiba-tiba ke laboratorium, ada ada apa ada hal-hal yang emergency. Karena itu, bukan sekedar melarang, tapi pembatasan dan disiapkan SOP-nya. Boleh enggak bolehnya di mana. Boleh dan enggak bolehnya tuh di mana? Oh di masa pembelajaran yang ini," paparnya.
"Kalau pembelajaran yang boleh pas lagi digital harus diizinkan. Tapi dengan ketat misalnya, ada aplikasinya yang, yang enggak boleh jadinya nanti pas lagi dibolehkan di oleh anak lagi dipakai, terus kemudian lihat pakai yang internet yang enggak-enggak gitu," sambungnya.
Sumber: disway.id
