1 tahun disway

Profil Marsinah yang Masuk dalam Daftar Calon Pahlawan Nasional 2025, Aktivis Buruh yang Tewas Dibunuh

 Profil Marsinah yang Masuk dalam Daftar Calon Pahlawan Nasional 2025, Aktivis Buruh yang Tewas Dibunuh

-Profil Marsinah, salah satu tokoh yang masuk dalam daftar calon pahlawa nasional 2025.--Wikipedia-

JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Sosok Marsinah digadang-gadang menjadi salah satu tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional. Marsinah menjadi salah satu dari 49 nama yang akan diberikan gelar pahlawan dan akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan daftar 49 nama yang akan diberikan gelar pahlawan sudah diserahkan ke Presiden Prabowo. Gus Ipul mengatakan dari 49 nama, terdapat aktivis buruh bernama Marsinah.

"Ada beberapa nama ya, di antaranya tentu Presiden Soeharto, Presiden Gus Dur, ada Syekhona Kholil Bangkalan, ada Kiai Bisri Syansuri, dan ada pejuang-pejuang lain dari berbagai provinsi. (Marsinah) ya masuk, masuk, (kategori) pejuang buruh Marsinah juga masuk dari 49 itu," ujar Gus Ipul.

BACA JUGA:Viral Kakek 110 Tahun Menikahi Wanita 27 Tahun di Sulsel, Bukti Cinta Lintasgenerasi!

Profil Marsinah

Marsinah lahir di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur pada 10 April 1969. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Sumini dan Mastin. Marsinah mengenyam pendidikan di SD Negeri Karangasem 189 dan SMP Negeri 5 Nganjuk yang dibesarkan di bawah asuhan neneknya bernama Puirah dan bibinya, Sini di Nglundo, Jawa Timur.

Selain bersekolah, ia juga berdagang dan menjual makanan ringan untuk menambah penghasilan harian nenek serta bibinya.

Tahun-tahun terakhir masa sekolahnya, Marsinah menghabiskan waktu di Pondok Pesantren Muhammadiyah. Sayangnya, pendidikan Marsinah harus terhenti lantaran kekurangan biaya.

BACA JUGA:Dokter Temukan Cara Hapus Kolesterol Jahat dari Tubuh Tanpa Obat Seumur Hidup!

Marsinah dikenal aktivis buruh pabrik pada masa Orde Baru. Sosoknya aktif menyuarakan hak-hak tuk para pekerja dan berani memperjuangkan ketidakadilan serta ketimpangan yang diterima oleh para buruh.

Bahkan, ia juga berani memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah dan tunjangan. Aksinya itu yang diduga membuat aparat murka hingga kemudian Marsinah beserta buruh lain ditangkap.

Perjuangan Marsinah untuk Hak Buruh

Marsinah bekerja sebagai buruh di pabrik jam tangan Catur Putra Surya di Porong, Sidoarjo. Sosoknya sangat vokal dalam menuntut keadilan di tempat kerjanya.

Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji pokok sebesar 20 persen.

BACA JUGA:KPK Ungkap Kronologi OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Terima Suap Rp1,25 M

Namun, bagi pengusaha, imbauan tersebut dianggap menambah beban pengeluaran perusahaan. Perusahaan tidak mau menyepakati tuntutan buruh untuk menaikkan gaji pokok dari Rp1.700 menjadi Rp2.250. Negosiasi antara buruh dengan perusahaan mengalami kebuntuan.

Karyawan PT CPS pun memutuskan untuk menggelar aksi unjuk rasa pada 3-4 Mei 1993 dengan membawa 12 tuntutan. Mulai kenaikan upah20 persen hingga membubarkan organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di tingkat pabrik.

Aksi mogok hari pertama dipimpin oleh Yudo Prakoso. Namun, ia ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil 0816/04 Porong. Mogok kerja di hari pertama pun tak mempan. Prakoso disibukkan dengan pemanggilan aparat militer.

Hingga akhirnya Marsinah yang memegang kendali memimpin protes para buruh. Meski kala itu Marsinah masih terbilang muda, ia adalah sosok yang kritis dan berani untuk memperjuangkan hak rekan-rekan kerjanya.

BACA JUGA:KPK Sita Rp500 Juta dari Kasus Bupati Ponorogo, Suap Jabatan dan Proyek RSUD

Pada 4 Mei 1993, aksi mogok kerja kembali digelar. Pihak manajemen PT CPS bernegosiasi dengan 15 orang perwakilan buruh, salah satunya Marsinah. Dalam perundingan tersebut, seluruh tuntutan akhirnya dikabulkan, kecuali membubarkan SPSI di tingkat pabrik.

Marsinah Digiring ke Koramil Sidoarjo

Namun, keesokan harinya pada 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh rekan-rekan Marsinah yang dianggap menghasut pekerja untuk melakukan aksi unjuk rasa, digiring ke Koramil Sidoarjo. Mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari CPS dan dituduh menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.

BACA JUGA:Perpres Ojol Hampir Rampung, Pemerintah Bahas Komisi Mitra dan Rencana Merger Grab-GoTo

Berdasarkan laporan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), emosi Marsinah memuncak saat tahu rekannya dipaksa mengundurkan diri.

Dia pun meminta salinan surat pengunduran diri dan surat kesepakatan dengan manajemen PT CPS. Pasalnya, dalam surat kesepakatan itu, 12 tuntutan buruh diterima termasuk poin tentang pengusaha yang dilarang melakukan mutasi, intimidasi, dan melakukan PHK karyawan setelah aksi mogok kerja.

BACA JUGA:40 Ide Caption untuk Peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2025

Marsinah juga sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelum dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, tidak ada lagi rekan kerja dan keluarga yang mengetahui keberadaan Marsinah.

Beberapa hari kemudian, Marsinah ditemukan di sebuah gubuh di hutan Wilangan, Nganjuk. Ia ditemukan tewas dengan tubuh penuh luka memar, patah tulang, bekas penyiksaan, dan kekejian lainnya.

Hingga saat ini, pelaku sebenarnya dari kasus Marsinah pun tidak pernah diadili.

Sumber: disway.id