Wamenkes Benjamin Ungkap Penyebab Kematian Ibu dan Janin di Papua: Dokter Cuti hingga Kamar RS Penuh
Mendiang Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal dengan janinnya karena ditolak empat RS di Papua. -dok. keluarga--
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Republik Indonesia Benjamin Paulus mengungkapkan hasil sementara temuan investigasi terkait kasus kematian ibu dan janin di Papua yang ditolak oleh rumah sakit. Menurut Wamenkes, salah satu faktor kritis yang teridentifikasi adalah ketiadaan atau kurangnya tenaga kesehatan spesialis, terutama karena pengambilan cuti.
"Wilayah itu dokternya cuma satu dan sedang cuti. Paham ya? Itu kan di Papua dokternya sedang tidak ada tempat," ujar Wamenkes Benjamin saat konferensi pers, Selasa, 25 November 2025.
Selain isu cuti dokter, Wamenkes Benjamin juga mengungkapkan faktor penyebab kematian ibu dan anak di Jayapura karena keterbatasan kamar kelas 3 yang penuh.
Sehingga, sang ibu yang seharusnya ditangani dengan cara operasi menjadi terhambat. Sehingga, nyawa sang ibu tidak tertolong dan anak yang dikandungnya tidak bisa terselamatkan.
"Nah itu karena, ini yang kasus wanita hamil kan? Itu sementara wanita hamil itu anak yang ketiga. Nah, berat badannya itu beratnya besar sebenarnya pada waktu pre itu sudah disarankan bahwa masih harus operasi. Tidak bisa lahir per pagi 6, karena berat badannya lebih besar daripada panggulnya," kata Benjamin.
"Nah, waktu dia pindah lagi ke rumah sakit yang lainnya, terjadi gawat janin. Nah, itu yang terjadi, itu karena, dari satu tempat ke tempat lain ada masalah dengan pelayanan. Di satu tempat, dimana rumah sakit itu punya pelayanan bahwa kelas 3 nya penuh dan itu sedang kita investigasi," pungkasnya.
Perjalanan Tragis Irene ditolak dari Satu RS ke RS Lain
Irene Sokoy meninggal pada Senin (17/11/2025) pukul 05.00 WIT setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.
Kepala Kampung Hobong Abraham Kabey yang juga mertua almarhum menceritakan Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang (16/11). Keluarga membawanya menggunakan speedboat menuju RSUD Yowari.
Namun, kondisi Irene yang memburuk tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat. Proses pembuatan surat rujukan pun sangat lambat. “Pelayanan sangat lama. Hampir jam 12 malam surat belum dibuat,” ujar Abraham.
Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan. Perjalanan dilanjutkan ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp 4 juta karena kamar BPJS penuh. “Bukan pertolongan yang diberikan, tapi kami diminta bayar uang muka,” ungkap Abraham.
Klarifikasi Rumah Sakit
Ada empat rumah sakit yang menolak Irene, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, RSUD Abepura, RS Bhayangkara, dan RS Dian Harapan. Direktur RSUD Yowari Maryen Braweri kemudian memberikan larifikasi terkait kejadian tersebut.
Maryen mengatakan, pasien diantar oleh keluarga ke RSUD Yowari pada Minggu (16/11/2025) sore dan rencananya melahirkan secara normal di RSUD Yowari. “Pada saat pasien datang itu sudah pembukaan lima dan sampai 22.10 WIT baru pembukaan lengkap dan bayi sudah kelihatan. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi,” katanya ketika dikonfirmasi pada Jumat (21/11/2025).
Namun, karena dokter kandungan di RSUD Yowari tak berada di tempat, pihak rumah sakit merujuk pasien ke RS Dian Harapan. “Untuk dokter kandungan di rumah sakit Yowari hanya ada satu orang, namun sedang ada kegiatan di luar kota, sehingga kami koordinasi dengan RS Dian Harapan untuk dirujuk ke sana,” kata dia.
Dari koordinasi itu, pasien Irine Sokoy dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi oleh dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari. Namun dalam perjalanan, kata dia, RS Dian Harapan mengabarkan melalui sambungan telephone bahwa ruang untuk BPJS Kesehatan kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada.
"Makanya pasien dibawa ke RSUD Abepura dengan alasan lokasi terdekat,” ucap dia.
Saat pasien tiba di RSUD Abepura, ia ditolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi, sehingga pasien dibawa ke RS Bhayangkara.
Keluar dari RSUD Abepura, pasien dibawa ke RS Bhayangkara dengan pertimbangan lokasi terdekat dan pasien harus segera ditangani. Namun, saat sampai di sana, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh dan hanya tersedia ruang VIP, tetapi pasien harus membayar uang muka Rp 4 juta.
"Di satu sisi keluarga tidak bawa uang, sehingga petugas kami minta untuk dilakukan tindakan, tetapi karena tidak terima akhirnya pasien dibawa menuju ke rumah sakit RSUD Jayapura,” kata dia.
Dalam perjalanan ke RSUD Jayapura, pasien mengalami kejang-kejang sehingga mobil kembali ke RS Bhayangkara. Namun, dalam perjalanan itu, pasien mengembuskan nafas terakhir.
Maryen Braweri mengaku bahwa seluruh prosedur sudah dilaksanakan oleh RSUD Yowari dalam menangani pasien. “Kita sudah melaksanakan sesuai prosedur yang ada. Di sini memang hanya ada 1 dokter dan saat itu berada di luar kota, namun petugas kita terus berkoordinasi dengan dokter dalam menangani pasien hingga akhirnya dirujuk ke rumah sakit lain,” ucap dia.
Sementara, pihak Rumah Sakit Dian Harapan membantah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari. Pihak RSDH mengaku sudah menyampaikan kondisi layanan dan ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien dibawa.
Saat itu, ruang NICU telah terisi penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti. Adapun dokter spesialis anastesi mitra yang akan dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat.
Namun, saat pemberitahuan ini disampaikan, petugas RSUD Yowari sudah dalam perjalanan membawa pasien ke RS Dian Harapan.
Petugas RSUD Yowari yang tiba di RS Dian Harapan sekitar pukul 01.10 WIT, kemudian meminta dokter jaga RS Dian Harapan memberikan cap rumah sakit dan mengedukasi keluarga pasien bahwa dokter Obgyn dan anestesi tidak siaga dan ruang perawatan penuh.
Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain. Manajemen RS Dian Harapan menegaskan bahwa seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.
Direktur RS Bhayangkara AKBP dr Romy Sebastian juga memberikan klarifikasi bahwa rujukan Irene dari RSUD Yowari tidak melalui Sistem Rujukan (Sisrut), sehingga pihaknya tidak mendapat informasi riwayat keluhan pasien.
“Saat dibawa ke RS Bhayangkara kami langsung melakukan pemeriksaan dan pasien Irene Sokoy termasuk dalam pasien BPJS PBI,” jelasnya.
Romy menegaskan rumah sakit tidak menolak pasien, namun ruang kelas 3 penuh dan yang tersedia hanya kamar VIP. “Kami menawarkan pasien untuk sebagai pasien umum,” ujarnya.
Sumber: disway news network
