Akademisi Indonesia Berperan dalam Riset Global Inklusi Disabilitas di Pendidikan Tinggi
Dr. Wahyudi Wibowo, dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), yang juga menjabat sebagai Ketua Unit Layanan Disabilitas UKWMS.-Dokumen Pribadi--
JAKARTA, DISWAYMALANG.ID–Upaya mendorong pendidikan tinggi yang inklusif dan berkeadilan kini menjadi perhatian dunia. Dalam konteks tersebut, British Council melalui program Going Global Partnership menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Transforming Higher Education: Empowering Disabled Students and Staff through Inclusive Intersectionality Policies and Collaborative Innovation.”
Forum internasional ini berlangsung di Cardiff University, Inggris, pada 21–27 Oktober 2025, dan menghadirkan peneliti dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Indonesia diwakili oleh Dr. Wahyudi Wibowo, dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), yang juga menjabat sebagai Ketua Unit Layanan Disabilitas UKWMS.
BACA JUGA:Viral Isu Pork Savor, Ajinomoto Buka Suara soal Sertifikat Halal
Keterlibatannya dalam proyek riset kolaboratif ini memperlihatkan komitmen akademisi Indonesia untuk memperkuat praktik-praktik pendidikan tinggi yang inklusif, partisipatif, dan berkeadilan bagi penyandang disabilitas.
“Kami ingin membawa pulang praktik terbaik dari universitas-universitas dunia agar kampus di Indonesia tidak hanya memberikan akses fisik bagi penyandang disabilitas, tetapi juga membangun budaya akademik yang benar-benar inklusif,” ujar Wahyudi.
Riset kolaboratif ini menyoroti pentingnya kebijakan intersectionality—pendekatan yang mempertimbangkan keragaman identitas, termasuk gender, status sosial ekonomi, dan disabilitas, dalam satu kerangka kebijakan pendidikan.
BACA JUGA:Ngebut di Dunia Virtual, Pegang Grip Dunia Nyata! Dunlop Kini Hadir di Gran Turismo 7
Melalui diskusi dan lokakarya di Cardiff University, para peserta mengeksplorasi strategi inovatif untuk menciptakan lingkungan akademik yang memberdayakan seluruh sivitas kampus, tanpa terkecuali.
Wahyudi menekankan bahwa pengalaman global ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat sistem pendidikan tinggi yang sensitif terhadap kebutuhan kelompok difabel.
“Inklusi tidak cukup di atas kertas. Ia harus menjadi bagian dari cara universitas berpikir, mengajar, dan melayani,” tegasnya.
Sebelum keterlibatannya di Cardiff, Wahyudi aktif dalam berbagai kajian kebijakan sosial di Indonesia. Ia terlibat dalam Kajian Aksesibilitas Layanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas di Era JKN, Kajian Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, serta Kajian Pengembangan Program Jaminan Hari Tua.
BACA JUGA:Pakai Rompi Oranye, Gubernur Riau Abdul Wahid Resmi Jadi Tersangka Kasus Pemerasan: Ditahan 20 Hari
Melalui publikasi ilmiah bertajuk “Mitigating Gaps in Indonesia’s Social Health Insurance: Strategies for Fulfilling the Right to Health for Disabled Persons” (2024), ia menyoroti pentingnya pendekatan inklusif dalam sistem jaminan sosial nasional.
Riset-riset tersebut berkontribusi pada upaya memperluas akses dan perlindungan sosial bagi kelompok difabel di Indonesia.
Kegiatan riset dan pertukaran pengetahuan di Cardiff ini diharapkan menghasilkan model kebijakan dan praktik baik yang dapat diadaptasi ke konteks Indonesia. Kolaborasi lintas negara menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi di masa depan lebih ramah terhadap keberagaman dan perbedaan.
BACA JUGA:Cak Imin Terapkan Syarat Ini Bagi yang Ingin Dihapuskan Tunggakan BPJS Kesehatan
“Tujuan utama kami adalah mengubah hasil riset menjadi aksi nyata di kampus, sehingga inklusi menjadi budaya, bukan sekadar kebijakan,” tambah Wahyudi.
Sumber: disway.id
